SELAMAT HARI RAYA NATAL 2011

"Damai di Bumi, Damai di Hati"

BEM FIKOM 2011/2012

Taat dan setia pada Tri Dharma Perguruan Tinggi

LDK Fikom

Latihan Dasar Kepemimpinan, sebuah proses awal dari langkah sang pemimpin.

LDK Fikom

Setiap individu tercipta sebagai seorang pemimpin.

Makrab Fikom

Satu dalam kebersamaan insan komunikasi

Makrab Fikom

Senyum Fikomers 2010.

Makrab Fikom

Life is a games

Communication Days 2010

Peserta Commdays 2010

Communication Days 2010

Praktisi PR: Makroen Sanjaya (Metro TV), Iskandar Tumbuan (Mandiri Bank), Ratu Maulia Ommaya (The Bodyshop Indonesia) bersama Ibu Nawiroh Vera dan Beryl Masdiary.

Communication Days 2010

Michael Gumelar (praktisi DKV), Wahyu Aditya (Animator), bersama Ibu Riyodina (dosen) dan Ibu Liza Dwi Ratna Dewi (Dekan FIKOM).

Communication Days 2010

Atmadji Sumarkidjo (Wartawan Senior), Herwin Krisbianto (Produser TV One), Medya Apriliansyah (dosen), dan Prabu Revolusi (News Anchor Metro TV).

Communication Days 2010

Organizer Communication Days 2010

Senin, 22 November 2010

COMMUNICATION DAYS 2010

Communication Days 2010
"Out of The Box Communication: Express Your Creativity in a Fun Way with Communication Ethic"
Adalah suatu pembahasan yang mengajak kita untuk berfikir sesuatu yang berbeda dan membuat inovasi baru dalam dunia komunikasi. 

Tema ini dipilih untuk memperlihatkan dunia komunikasi yang bisa kita ekspresikan lewat kreatifitas mulai dari gaya bicara, buku, film, gambar, bahkan budaya. tidak dipungkiri lagi bahwa inovasi dan pemikiran kreatif menjadi suatu keharusan, karena komunikasi selalu berkembang sesuai dengan zaman.

Oleh karena itu kita selenggarakan sebuah event yang menggabungkan keseluruhan unsur kreatifitas, edukasi dan hiburan dalam COMMUNICATION DAYS 2010.
HIMAKOM Univ. Budi Luhur present:
COMMDAYS 2010
"Out of The Box Communication"
23 s/d 25 November 2010

A. SEMINAR
* P.R:
"Strategic Media Relatons for PR Practicioner"
pembicara:
- Iskandar Tumbuan (kepala media relations Bank Mandiri)
- Makroen Sanjaya (wakil pemred Metro TV)
- Ratu Maulia Ommaya (PR manager the Boddy Shop Indonesia)

* Visual Communication - Advertising:
"Creative and Effective Visual Communication"
pembicara:
- Michael Gumelar (praktisi DKV)
- Wahyu aditya (Founder of Hello Motion Academy)

* Broadcast Journalism:
"Behind The Scenes Creative TV Program"
penbicara:
- Prabu Revolusi (News anchor Metro TV)
- Herwin Krisbianto (Produser 'kabar plus-plus' TV ONE)

PRICE:
per seminar Rp. 20.000,-
paket (3xseminar) Rp. 50.000,-

B. BAZAR
Concept Magz, Loony store, HopHop, Xon Ce, dll

C. HIBURAN
Dancing ALAska, Buguyaga, Indo Beat Box, Sunday 69, KMM Univ.Budi Luhur, dll

D. Pemutaran Film dari Komunitas 2 Siang

E. Lomba Public Speaking dari Radio Budi Luhur

F. Pameran Foto

bukan sekedar hari biasa tetapi hari komunikasi

CP:
frisco: 085697826833
syarifah: 08568202658
bayu: 08989717422

Minggu, 07 November 2010

Bedah Film: "Alangkah Lucunya (Negri Ini)"

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 29 Oktober 2010. Himakom UBL mengadakan kegiatan bedah film. Tema kebangsaan dipilih guna membangkitkan semangat cinta bangsa dan patriotis di dalam diri mahasiswa, khususnya Fikom. Kali ini, divisi KPA (Kelompok Pengembangan Akademik) mengangkat film yang berjudul "Alangkah Lucunya (Negri Ini)".

peserta bedah film berasal dari mahasiswa Fikom yang mayoritas dari angkatan 2010, begitupula dengan panitia pelaksananya yang juga berasal dari partisipan Himakom 2010. sebagai narasumber yakni dosen Fikom, Ibu Denada Faraswacyen L. Gaol.
film 'sentilan' karya Dedy Mizwar ini bercerita tentang berbagai keanehan yang terjadi di negri Indonesia, diantaranya  dilihat dari segi pendidikan, agama, dan peraturan hukum yang berlaku. beberapa keganjilan yang dikatakan 'lucu' itulah yang diangkat oleh sang sutradara menjadi sebuah judul. sehingga dengan demikian, menarik penasaran pubik akan cerita di dalam film tersebut.

secara garis besar, film ini memang sangat menarik yang dikemas dengan gaya unik dan tidak terasa monoton. alurnya pun membawa tidak mudah ditebak, namun mudah dicerna oleh penonton. yang menarik, klimaks di akhir film tersebut, dikembalikan sepenuhnya kepada penonton mengenai tafsiran salah satu peraturan hukum sebagai persepsi yang patut di cerna kembali. untuk mengetahui kisah lebih lengkapnya, silahkan menonton film ini, siapa tahu, kawan-kawan memiliki persepsi tersendiri mengenai film tersebut. jika belom pernah menonton, dapatkan filmnya disini.

secara keseluruhan, baik para peserta maupun panitia pelaksana bedah film terlihat antusias, dan berharap acara ini akan berlanjut di kemudian hari. semoga dengan adanya event ini, diharapkan mahasiswa Fikom Universitas Budi Luhur semakin maju dan cerdas dalam generasi yang berkompeten.

GO FIKOM!!! :2thumbup

Senin, 20 September 2010

Pancasila dan Agama

MASALAH konflik antar atau atas nama agama di negara Indonesia bukanlah rahasia umum lagi, baik di dalam negeri kita sendiri maupun di luar negeri. Boleh dikatakan bahwa masalah konflik antaragama sudah setua usia kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini terjadi karena Pancasila sebagai simbol kekuatan bangsa yang seharusnya memberikan ruang gerak bagi setiap agama untuk mengembangkan teologi dan ajaran-ajarannya, menciptakan hubungan inter-subjektif yang dialogis dan manusiawi dalam semangat persatuan, membangun kedaulatan rakyat yang demokratis menuju keadilan yang sesungguhnya, justru masuk ke dalam lubang hitam kekuatan politik kelompok tertentu untuk mengamankan status quo kekuasaan kelompoknya.

Dengan kata lain, nilai-nilai luhur Pancasila yang menjadi keutamaan moral dalam hubungan dan kerja sama antarumat agama sebagaimana tertuang dalam kelima sila Pancasila justru hanya menjadi ritual politik teoritis belaka. Perdebatan mengenai bentuk negara yang hendak diciptakan theokrasi atau sekuler di bumi pertiwi Indonesia telah melahirkan konflik kemanusiaan yang menindas dan menghakimi makna toleransi antarumat beragama. Hancurnya semangat toleransi antarumat beragama yang dipicu egoisme kelompok tertentu dan kaburnya nilai-nilai moral Pancasila yang terjadi di bangsa kita akhir-akhir ini, memunculkan beberapa pertanyaan dalam benak kita. ”Bagaimana semangat pengakuan agama dan negara terhadap seluruh agama dan keyakinan di bangsa kita? Sejauh mana relevansi Pancasila bagi keberagaman agama? Apa sumbangan agama dalam kehidupan komunitas yang plural dan masyarakat Pancasila? (Seminar ”Indonesia Beragama dalam Pancasila”, Fakultas Teologi-Universitas SanataDharma, 11 November 2006).

***
Semua agama memiliki ajaran-ajaran yang menjadi patokan norma dan keutamaan-keutamaan moral bagi setiap penganutnya. Setiap agama mengajarkan kebaikan dan keadilan yang patut dijalankan oleh setiap anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jika dikaji lebih dalam, semua ajaran dari setiap agama sebenarnya terangkum jelas dan tegas dalam kelima sila Pancasila. Maka menurut hemat saya, antara Pancasila dan agama secara tidak langsung terdapat sebuah hubungan teologis-dogmatis yang mesti diterjemahkan dalam praksis hubungan antaragama. Umat beragama semakin Pancasilais dan Pancasila semakin ”dimuliakan” jika kelima silanya tidak hanya dimuliakan dalam kata-kata belaka melainkan diaktualisasikan dalam perbuatan konkret yaitu hubungan antaragama dalam kerangka menyelamatkan bangsa dari konflik antarumat beragama.

Keberadaan Pancasila yang memuat kelima sila, semakin menegaskan dan memberi ruang gerak kepada setiap agama untuk mengaktualisasikan ajaran-ajarannya dalam tindakan konkret. Artinya Pancasila tidak hanya dijadikan retorika politik yang semakin memperkokoh kekuatan status quo kelompok atau agama tertentu melainkan menjadi inspirator agama-agama untuk membangun dialog dalam semangat saling menjaga, dan menghormati satu sama lain serta ’semangat perbedaan dalam persaudaraan sekaligus bersaudara dalam perbedaan’ (Prof. Dr. Syafii Ma’arif, Fakultas Teologi, 11 November 2006).

Ketika Pancasila hanya dijadikan sebagai ritual politik belaka tanpa diterjemahkan dalam praksis kehidupan beragama maka pada saat itu juga agama tersebut menorehkan sikap anti Pancasila, karena agama tanpa keadilan adalah sesuatu yang non-sense, (Prof. Dr. Syafii Ma’arif, Fakultas Teologi, 11 November 2006).

Paul Ricoeur, seorang Filsuf sosial berkebangsaan Prancis, mengatakan bahwa problematika untuk menegaskan gerak bersama dalam proses mencapai keadilan adalah masalah presentasi, teks, dan action. Menurut Ricoeur presentasi dan teks dalam hal ini Pancasila senantiasa menjadi aksi atau tindakan refigurasi/transfigurasi dalam konteks, sehingga menjadi sebuah kisah yang membebaskan menuju dialog kontruktif dalam hubungan antaragama. Menghidupi Pancasila sebagai dasar gerak langkah bersama baik di kalangan umat beragama yang diakui maupun non-agama dalam kerangka menyelamatkan bangsa Indonesia dari keterpurukan moral, dibutuhkan kesadaran dan semangat penerimaan dari semua komponen agama sebagai kekuatan menerjemahkan kemanusiaan yang semakin manusiawi dalam semangat persatuan dan kedaulatan rakyat yang semakin adil. Jika tidak, Pancasila sendiri akan terus mengalami tragedi demi tragedi yang dikhianati dalam konflik dan tindakan anarkis antarumat beragama.

Penulis mahasiswa Program Profesi Imamat, Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. (Pancasila dan agama
MASALAH konflik antar atau atas nama agama di negara Indonesia bukanlah rahasia umum lagi, baik di dalam negeri kita sendiri maupun di luar negeri. Boleh dikatakan bahwa masalah konflik antaragama sudah setua usia kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini terjadi karena Pancasila sebagai simbol kekuatan bangsa yang seharusnya memberikan ruang gerak bagi setiap agama untuk mengembangkan teologi dan ajaran-ajarannya, menciptakan hubungan inter-subjektif yang dialogis dan manusiawi dalam semangat persatuan, membangun kedaulatan rakyat yang demokratis menuju keadilan yang sesungguhnya, justru masuk ke dalam lubang hitam kekuatan politik kelompok tertentu untuk mengamankan status quo kekuasaan kelompoknya.

Dengan kata lain, nilai-nilai luhur Pancasila yang menjadi keutamaan moral dalam hubungan dan kerja sama antarumat agama sebagaimana tertuang dalam kelima sila Pancasila justru hanya menjadi ritual politik teoritis belaka. Perdebatan mengenai bentuk negara yang hendak diciptakan theokrasi atau sekuler di bumi pertiwi Indonesia telah melahirkan konflik kemanusiaan yang menindas dan menghakimi makna toleransi antarumat beragama. Hancurnya semangat toleransi antarumat beragama yang dipicu egoisme kelompok tertentu dan kaburnya nilai-nilai moral Pancasila yang terjadi di bangsa kita akhir-akhir ini, memunculkan beberapa pertanyaan dalam benak kita. ”Bagaimana semangat pengakuan agama dan negara terhadap seluruh agama dan keyakinan di bangsa kita? Sejauh mana relevansi Pancasila bagi keberagaman agama? Apa sumbangan agama dalam kehidupan komunitas yang plural dan masyarakat Pancasila? (Seminar ”Indonesia Beragama dalam Pancasila”, Fakultas Teologi-Universitas SanataDharma, 11 November 2006).

***
Semua agama memiliki ajaran-ajaran yang menjadi patokan norma dan keutamaan-keutamaan moral bagi setiap penganutnya. Setiap agama mengajarkan kebaikan dan keadilan yang patut dijalankan oleh setiap anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jika dikaji lebih dalam, semua ajaran dari setiap agama sebenarnya terangkum jelas dan tegas dalam kelima sila Pancasila. Maka menurut hemat saya, antara Pancasila dan agama secara tidak langsung terdapat sebuah hubungan teologis-dogmatis yang mesti diterjemahkan dalam praksis hubungan antaragama. Umat beragama semakin Pancasilais dan Pancasila semakin ”dimuliakan” jika kelima silanya tidak hanya dimuliakan dalam kata-kata belaka melainkan diaktualisasikan dalam perbuatan konkret yaitu hubungan antaragama dalam kerangka menyelamatkan bangsa dari konflik antarumat beragama.

Keberadaan Pancasila yang memuat kelima sila, semakin menegaskan dan memberi ruang gerak kepada setiap agama untuk mengaktualisasikan ajaran-ajarannya dalam tindakan konkret. Artinya Pancasila tidak hanya dijadikan retorika politik yang semakin memperkokoh kekuatan status quo kelompok atau agama tertentu melainkan menjadi inspirator agama-agama untuk membangun dialog dalam semangat saling menjaga, dan menghormati satu sama lain serta ’semangat perbedaan dalam persaudaraan sekaligus bersaudara dalam perbedaan’ (Prof. Dr. Syafii Ma’arif, Fakultas Teologi, 11 November 2006).

Ketika Pancasila hanya dijadikan sebagai ritual politik belaka tanpa diterjemahkan dalam praksis kehidupan beragama maka pada saat itu juga agama tersebut menorehkan sikap anti Pancasila, karena agama tanpa keadilan adalah sesuatu yang non-sense, (Prof. Dr. Syafii Ma’arif, Fakultas Teologi, 11 November 2006).

Paul Ricoeur, seorang Filsuf sosial berkebangsaan Prancis, mengatakan bahwa problematika untuk menegaskan gerak bersama dalam proses mencapai keadilan adalah masalah presentasi, teks, dan action. Menurut Ricoeur presentasi dan teks dalam hal ini Pancasila senantiasa menjadi aksi atau tindakan refigurasi/transfigurasi dalam konteks, sehingga menjadi sebuah kisah yang membebaskan menuju dialog kontruktif dalam hubungan antaragama. Menghidupi Pancasila sebagai dasar gerak langkah bersama baik di kalangan umat beragama yang diakui maupun non-agama dalam kerangka menyelamatkan bangsa Indonesia dari keterpurukan moral, dibutuhkan kesadaran dan semangat penerimaan dari semua komponen agama sebagai kekuatan menerjemahkan kemanusiaan yang semakin manusiawi dalam semangat persatuan dan kedaulatan rakyat yang semakin adil. Jika tidak, Pancasila sendiri akan terus mengalami tragedi demi tragedi yang dikhianati dalam konflik dan tindakan anarkis antarumat beragama.


oleh : Yohanes Kopong Tuan
Penulis mahasiswa Program Profesi Imamat, Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.Pancasila dan agama


Sumber:

Rabu, 25 Agustus 2010

Kesalahan/kerancuan dalam berpikir

secara harafiah, berpikir itu sendiri, dalam artian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. dari situ jelas diungkapkan bahwasanya dalam berpikir tak lepas dari perannya 'akal budi' dalam proesnya. namun, akal itu pada kenyataan, seringkali membawa manusia terjebak dalam kesalahan atau kerancuan pada pemikirannya.

kita sebagai mahasiswa, yang diklaim sebagai kaum intelektual, sudah sepantasnya untuk dituntut dalam pemikiran menuju arah yang lebih baik dengan bertransformasi melalui ide-ide dalam diri kita. oleh karena itu, untuk mencapai hal tersebut harus menghindari berbagai gejala kerancuan yang menyebabkan kegagalan dalam jalan pemikiran kita.

menurut Jalaludin Rachmat, ada 7 macam dalam kesalahan berpikir atau kerancuan berpikir, yaitu:

1. Fallacy of Dramatical Instance

kesalahan berpikir ini berawal dari kecenderungan orang untuk melakukan over-generalitation, yaitu penggunaan satu atau dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat general atau umum. kerancuan semacam ini sangat banyak di temui di masyarakat, dan biasanya over generalized di ambil dari satu kasus atau dua kasus sebagai rujukan yang diambil dari pengalaman pribadi seseorang. contoh yang sangat konkrit yang terjadi: "wanita itu di sakiti oleh pria sebanyak 3 kali dalam hidupnya, lalu di berkesimpulan bahwa semua laki2 itu brengsek", itulah contoh konkrit yang sering di temui dari fallacy of Dramatical Instance.

2. Fallacy of Retrospective Determinism

Istilah panjang ini sebenarnya untuk menjelaskan kebiasaan orang yang menganggap masalah yang ada yang sekarang terjadi sebagai sesuatu yang secara historis memang selalu ada, tidak bisa dihindari, dan merupakan akibat dari sejarah yang cukup panjang. misalnya: "mengapa pelacuran itu harus dibasmi?, karena sepanjang sejarah pelacuran, mereka tetap ada, dan tidak bisa dibasmi, oleh karena itu yang harus kita lakukan merelokasikan agar tidak ada dampak2 yang tidak diinginkan."singkatnya Determinisme retrospektif adalah upaya kembali pada sesuatu yang seolah - olah sudah ditentukan oleh sejarah.

3. Post Hoc Ergo Propter Hoc

istilah ini berasal dari bahasa latin, Post = sesudah, Hoc = Demikian, Ergo = karena itu, Propter = disebabkan Hoc = demikian. intinya: sesudah itu - karena itu - oleh sebab itu. Memang sulit apabila diterjemahkan secara terminologis, tetapi kata2yang panjang dan sulit dipahami ini intinya bahwa akibat yang dihasilkan tidak sesuai dengan sebabnya, akan tetapi dipercaya bahwa penyebabnya tidak sesuai itu. contoh konkritnya: "orang tua lebih menyayangi seorang anak dibandingkan anak lainnya hanya karena orangtua itu naik pangkat, keadaan ekonominya yang baik setelah mempunyai anak kesayangannya itu. dulu orang tua ini sengsara dan yang kena getah anak pertamanya dan berkata "anak pertama ini membawa sial, zaman anak ini kami sengsara, nah anak yang bungsu ini yang membawa keberuntungan.

4. Fallacy Of Misplaced Concretness

intinya, kerancuan ini adalah mengkonkritkan sesuatu yang pada hakikatnya abstrak, misalnya: "mengapa Negara A miskin? karena sudah menjadi takdirnya negara A miskin, Takdir merupakan sesuatu yang abstrak, jika jawabannya seperti itu maka Negara A tidak bisa dirubahlagi menjadi negara yang sejahtera.

5. Argumentum Ad Verecundiam

intinya, Berargumen dengan menggunakan Otoritas, padahal otoritas itu sendiri tidak relevan dan ambigu, otoritas itu sesuatu yang sudah diterima kebenarannya secara mutlak.

6. Fallacy Of Composition

misalnya, dikampung saya, ada orang yang membudidayakan jamur, sehingga menjadi perusahaan besar dan mendatangkan uang yang banyak pada orang tersebut. lalu melihat itu, seluruh penduduk menjual kebunnya untuk dijadikan modal berbisnis jamur. akibatnya semua penduduk kampung saya bangkrut karena merosotnya permintaan dan membludaknya pasokan barang. singkatnya, terapi yang berhasil untuk satu orang dianggap berhasil untuk semua orang, inilah Fallacy of composittion.

7. Circular Reasoning

pemikiran yang berputar - putar, menggunakan kesimpulan untuk mendukung asumsi yang digunakan lagi untuk menuju kesimpulan semua, hal ini sangat sering ditemui. ketika saya berdiskusi dengan teman saya, teman saya mengemukakan hipotesis: "apabila organisasi dikembangkan denganbaik maka program transmigrasi akan berjalan lancar." saya tanya: "apa buktinya organisasi itu berjalan lancar?" ia jawab: "kalau programnya berjalan lancar". saya tanya lagi: "Program lancar, artinya?" ia menjawab: "artinya pengembangan organisasinya baik." inilah contoh circular reasoning, ini sama saja membuat hipotesis, "apabila seorang manusia laki laki, maka dia pasti pria".

by: Anis Rosyadi

(Sumber : Kamus Populer, Kamus Bahasa Inggris, Kamus Bahasa Latin, Rekayasa Sosial - Jalaluddin Rakhmat, Logika - Mundiri)

Rabu, 18 Agustus 2010

Merdeka belum Merdesa.

Merdeka selama 65 tahun, tetapi belum Merdesa.
Ini salah satu masalah kita. Yang menjadikan kita susah untuk benar-benar bangkit.
Kita punya mental majikan.
Perhatikan aja rumah para "middle class" Indonesia, rata rata sudah punya pembantu.

pengaruhnya apa?

pengaruh tersebut menjadikan kita terbiasa untuk menyuruh memberesin rumah kalau liat rumah kita berantakan, atau kalau ingin sesuatu. Padahal yg berantakin kemungkinan kita sendiri
Dan padahal bikin kopi juga bisa sendiri.
Dengan alasan "Kan gue gaji untuk bantu bantu?" mereka memilih untuk duduk tenang sambil nonton TV sambil nunjuk2 "Beresin itu dong, ambilin air es dong"

Padahal, kalau hal hal seperti itu kita bisa lakukan sendiri, pembantu jadi lebih fokus tenaganya untuk melakukan hal hal lain yang mungkin "lebih males" untuk kita lakukan seperti nyuci baju dan setrika atau entahlah apa.

Sama keadaannya dengan para pemuda Indonesia Dengan alasan "Pemerintah dan DPR kan digaji pake uang pajak dari gue.." akhirnya pemuda lebih seneng nyuruh-nyuruh Pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, menurunkan biaya sekolah biar yang tidak mampu bisa sekolah, memberikan fasilitas kesehatan berkualitas dan gratis untuk masyarakat yang tidak mampu. Padahal, kita bisa lakukan sendiri.
Mereka juga melakukan perubahan, KITA juga.

Ada 2 jenis pemuda di dunia. Mereka yang menuntut perubahan, dan menciptakan perubahan. Dua duanya harus ada. Nah sekarang, liat lingkungan kalian. Sudahkah ada keduanya? Kalau belum, maka ada yang salah dengan lingkungan tersebut.
Salah, karena kalau pemuda cuma bisa menuntut doang, itu pertanda bahwa mereka punya mental majikan. Kalau ditanya, apa masalah terbesar di Indonesia, umumnya menjawab kemiskinan dan korupsi.
Kalau memang kemiskinan adalah masalah kita, mengapa anda tidak pernah melakukan apa apa untuk menghapus kemiskinan?

Apa yang pernah anda lakukan untuk menurunkan 8 poin Millenium Development Goals? Taukah anda apa itu MDG? Mungkin usaha menurunkan angka kemiskinan bisa dimulai dari situ.
Lalu taukah kenapa korupsi merajalela?
Salah satunya adalah karena kita biarkan mereka terjadi dengan ketidak pedulian kita terhadap politik. Kita dengan acuh berkata bahwa kita benci politik. Karena politik itu busuk.

Apa hasilnya?

Kebencian kita terhadap politik membuat kita tidak peduli, tidak mengerti dan tidak tahu. Padahal pada Pemilu kita berbondong bondong untuk nyontreng, tidak dilengkapi dengan pemahaman politik yang benar. Korupsi dilakukan oleh orang orang tidak benar yang duduk di jabatan yg memungkinkan untuk korupsi. Jangan biarkan mereka duduk disana.
Pilihlah pemimpin kita dengan benar. Berpolitiklah.
Gunakan kekuatan kita. Gunakan suara kita. Gunakan dengan baik dan benar dan bijak.
Negara kita masih muda, jangan berkelakuan seakan mengubah Indonesia sudah terlambat. karena Indonesia, akan ada untuk selamanya. Merdeka.

Source from: http://www.indonesiaoptimis.org/
cuplikan tersebut adalah salah satu pidato yang disampaikan oleh Pandji Pragiwaksono, saat peringatan hari kemerdekaan kemarin dalam sebuah situs platform upacara bendera virtual, Ya, dunia teknologi dan multimedia telah menembus batas logika hingga upacara bendera pun kini dapat dilaksanakan secara virtual. penasaran? silahkan klik disini. 

Aktivis gerakan #Indonesiaunite tersebut ingin mengajak kaum muda untuk bangkit dan mencintai bangsa ini layaknya generasi penerus bangsa yang bermartabat. Dalam pidatonya, beliau mengungkapkan bahwa ada dua jenis pemuda di dunia ini, pemuda yang menuntut perubahan dan menciptakan perubahan. "Pemuda dengan mental majikan, hanya menuntut perubahan tanpa melakukan apa-apa untuk bangsa ini," ungkap Pandji yang juga pencetus gerakan 'Provocative-Proactive' tersebut.

Tanpa sadar, ungkapan Pandji tersebut mengena untuk kita selaku generasi muda. Yang kita lakukan hanyalah menuntut dan menyalahkan pemerintah. Sementara, kita sendiri? apa yang telah kita lakukan untuk bangsa ini? inilah tugas generasi muda, inilah tanggung jawab kita. Layaknya sebuah ungkapan populer yang mengatakan: "Jangan KAU tanyakan apa yang telah negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah AKU berikan kepada negara dan bangsa ini."

by: Christophorus Bayu Kurniawan

Kamis, 17 Juni 2010

Keep Your Friends Close but Enemies Closer

adakah diantara kawan-kawan memiliki seorang musuh?
mungkin kalimat ini sedikit berguna untuk mencerahkan pemikiran kalian.

"Keep your friends close but keep your enemies closer..."
Dekatilah teman-temanmu tapi lebih dekatilah musuh-musuhmu...

sekilas memang kalimat ini terdengar aneh dan tak masuk akal.
kalimat yang diungkapkan oleh Sun Tzu ini memiliki makna yang realistik dan strategis. Ia melihat realitas yang terjadi dalam kehidupan manusia. musuh selalu identik berkonotasi negatif, bahkan ada yang mengenalnya sebagai musuh bebuyutan (musuh seumur hidup).
seorang teman ataupun sahabat bukanlah hal yang aneh bila kita dekati, namun yang diungkapkan oleh Sun Tzu justru sebaliknya. Ia lebih menekankan pada 'musuh'.

selama ini, sudah lazim bila pada kenyataannya kita lebih mendekati teman dan menjauhi musuh. bahkan kita akan memilih untuk menjaga jarak dengan musuh itu. benarkah? ya, kita tak dapat menyangkalnya...
seorang musuh bagi Sun Tzu adalah seorang sahabat. dan Ia mengungkapkan bahwa tak selamanya musuh itu adalah lawan. selama diri kita sendiri tidak menganggapnya sebagai lawan, ia bisa menjadi seorang sahabat yang baik.

bagaimana mungkin seorang musuh harus didekati?
inilah pertanyaan besar yang sering diungkapkan. Ya, sangat mungkin...
sejauh kita memaknai musuh itu sebagai orang yang berarti bagi kita, tentu akan terjadi.
dalam hal ini contoh yang sangat konkret terjadi dalam dunia politik. Dalam bertaktik, tentu politikus yang handal akan mengimplikasikan teori Sun Tzu ini. ada pepatah yang mengatakan: "tidak ada yang tidak mungkin dalam politik" memang benar adanya. :)

bila bicara politik, tentu satu halaman tidak akan cukup semalaman :D


ketika kita memiliki musuh, sangat disayangkan bila kita justru menjauhinya. kita sendiri seakan-akan melakukan hal yang sia-sia dan tak ada untungnya. hanya akan menambah penat pikiran dan dosa yang merugikan kita sendiri :)


YA, musuh tidak selalu identik negatif. pikiran negatif pada musuh dapat berubah menjadi positif sejauh kita memiliki inisiatif. bukankah memperbanyak kawan akan jauh lebih sempurna daripada sekedar mencari musuh??

dengan begitu, masih berartikah kita memiliki musuh seumur hidup kita?
dekatilah dia, anggaplah dia sebagai sahabat, maka kawan-kawan sendiri akan merasakan betapa indahnya persaudaraan hidup ini. :)


By: Christophorus Bayu Kurniawan

Selasa, 08 Juni 2010

Contact Us


Hubungi Kami


Nama *



NIM *



Email *



Subject



Pesan *




Image Verification

captcha

Please enter the text from the image:

[Refresh Image] [What's This?]

Senin, 07 Juni 2010


HIMAKOM UBL (Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi) Universitas Budi Luhur, merupakan sebuah ormawa di tingkat Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yang bernaung dibawah bendera Fakultas Ilmu Komunikasi. Sebuah oraganisasi yang mewadahi aspirasi mahasiswa FIKOM di kampus Universitas Budi Luhur Jakarta.

blog-indonesia.com

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More