SELAMAT HARI RAYA NATAL 2011

"Damai di Bumi, Damai di Hati"

BEM FIKOM 2011/2012

Taat dan setia pada Tri Dharma Perguruan Tinggi

LDK Fikom

Latihan Dasar Kepemimpinan, sebuah proses awal dari langkah sang pemimpin.

LDK Fikom

Setiap individu tercipta sebagai seorang pemimpin.

Makrab Fikom

Satu dalam kebersamaan insan komunikasi

Makrab Fikom

Senyum Fikomers 2010.

Makrab Fikom

Life is a games

Communication Days 2010

Peserta Commdays 2010

Communication Days 2010

Praktisi PR: Makroen Sanjaya (Metro TV), Iskandar Tumbuan (Mandiri Bank), Ratu Maulia Ommaya (The Bodyshop Indonesia) bersama Ibu Nawiroh Vera dan Beryl Masdiary.

Communication Days 2010

Michael Gumelar (praktisi DKV), Wahyu Aditya (Animator), bersama Ibu Riyodina (dosen) dan Ibu Liza Dwi Ratna Dewi (Dekan FIKOM).

Communication Days 2010

Atmadji Sumarkidjo (Wartawan Senior), Herwin Krisbianto (Produser TV One), Medya Apriliansyah (dosen), dan Prabu Revolusi (News Anchor Metro TV).

Communication Days 2010

Organizer Communication Days 2010

Kamis, 19 Januari 2012


Unggulan Public Relations Universitas Budi Luhur Proudly Present

PHOTOGRAPHY EXHIBITION

"FORGOTTEN BUT PRECIOUS"


January, 24th 2012

At 10am until 3pm

Place : Auditorium Budi Luhur University


COME N JOIN US!!! :)

Kamis, 16 Juni 2011

Menjadi Jurnalis itu Menyenangkan

Menjadi Jurnalis merupakan salah satu prospek kerja yang diharapkan dari lulusan civitas akademika Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur, khususnya konsentrasi Broadcast Journalism. Seorang Jurnalis diperlukan keuletan, wawasan yang luas serta rasa percaya diri yang tinggi. Keempat Fikomers Budi Luhur; Melati, Windri, Ira dan Lusi tampak berusaha menjalankan tugas awalnya sebagai bakal calon Jurnalis, seperti yang dikutip DetikNews berikut:


Jakarta - "Pemirsa, saat ini saya sedang berada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat ini sedang dibacakan putusan terdakwa kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir."

Demikianlah, sepenggal kalimat pembuka yang disampaikan oleh Melati, mahasiswi jurusan broadcast journalism Universitas Budiluhur, Jakarta. Melati dan 3 orang temannya tidak sedang liputan. Melainkan mempraktikkan materi kuliah teknik reportase sekaligus mengerjakan tugas praktek.

Melati datang bersama teman-temannya, Windri, Ira dan Lusi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta, Kamis (16/6/2011), untuk belajar mengumpulkan berita, mengolah, kemudian melaporkannya secara langsung di depan kamera.

Tidak perlu membawa kamera segede gaban, seperti jurnalis TV profesional. Mereka cuma membawa kamera SLR dan handycam. Berempat, mereka pun gantian mejeng di depan kamera. Ada yang jadi kamerawan, dan ada juga yang jadi reporter.

Mereka tak canggung harus berakting di tengah teriknya matahari dan disaksikan ratusan pendukung Ba'asyir di depan PN Jaksel. Demi nilai dan pengalaman, rasa malu pun dikesampingkan.

"Tadi kita masih melaporkan kondisi pendukung, suasana, dan sebagainya. Kita sekarang tunggu hasil putusan, setelah itu mau live lagi," kata Windri.

"Tadi baru latihan, sambil nunggu putusan," sambung Lusi.

Keempat ABG ini memang bercita-cita menjadi jurnalis. Utamanya jurnalis TV. Tapi kalau pun menjadi jurnalis media cetak, juga tidak masalah.

"Soalnya jurnalis cetak lebih lengkap," celetuk Ira.

Untuk 'liputan' sidang Ba'asyir, mereka sebelumnya melakukan riset. Mulai dari browsing internet, sampai baca-baca di media.

Terbukti, saat detikcom iseng tanya berapa tahun Ba'asyir dituntut, mereka kompak menjawab "Seumur hidup."

"Menjadi jurnalis itu menyenangkan, bisa memberi informasi kepada orang lain," kata Windri.

(anw/nwk)
Tak tanggung-tanggung, Situs Warta Era Digital berjangka Nasional, seperti DetikNews mengapresiasi semangat mereka dengan memuat keempat Fikomers Budi Luhur tersebut dalam sajian beritanya. Menjadi seorang Jurnalis tentu tak mudah secara kasat mata, namun bila dilakukan dengan niat, usaha dan kemauan akan menjadi hal yang menyenangkan. semoga wacana ini dapat memberikan inspirasi dan semangat bagi segenap warga FIKOM BUDI LUHUR lainnya, tetap semangat dan selamat berkarya! salam Komunikasi! (BYU)

Senin, 13 Juni 2011

Pendidikan Nan Unggul

“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” (Pasal 31 UUD 1945 Amandemen IV)

Jelas maksud tertulis dalam pasal tersebut, untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan merupakan hak yang harus diperoleh oleh setiap orang, tanpa memandang status sosial, tingkat ekonomi, suku, ras, dsb. Tak cukup hanya pendidikan dasar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah, namun realita kehidupan sekarang, terutama di kota besar memaksa untuk menuntut ilmu di jenjang pendidikan tinggi.

Ya, bicara pendidikan tinggi sudah pasti menyangkut mahalnya dunia pendidikan yang setiap tahun makin melambung. Alhasil, banyak diantara mereka 'putus harapan' dengan alasan tersebut. Meski pada nyatanya, segenap institusi pendidikan tinggi menyediakan jalur beasiswa, estimasi biaya hidup tak ayalnya juga relatif besar, terlebih kehidupan Ibukota yag hedonis.

Ditengah tidak adilnya akan hak untuk mendapatkan pendidikan yang merata bagi segenap insan akademis. Alih-alih untuk pendidikan yang berkualitas, muncul fenomena Kelas Unggulan yang kini marak di dalam institusi pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Bibit-bibit unggul dikelompokkan menjadi satu demi terciptanya generasi pendidikan yang lebih baik.

Bukan tak mungkin, hal timpangan ini akan melahirkan kecemburuan sosial, terlebih bila tak dikemas dengan manajemen yang baik. Perlu dipertimbangkan dampak sistemik dari fenomena tersebut, bukanlah dapat dianalogikan bahwasanya "orang pintar makin pintar, karena bergaul dengan sesama pintar dan yang kurang pintar akan tertinggal jauh dari harapan!"

Namun di sisi lain, adanya Kelas Unggulan bukanlah hal buruk. Oleh karenanya, bagi segenap insan akademis sudah selayaknya menjadikan fenomena ini sebagai acuan unuk terus berkompetisi di tengah persaingan global yang kian pesat. Dengan demikian, diperlukan kebijakan yang tepat sasaran guna terciptanya pendidikan yang merata dan berkeadilan sesuai dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia. Itte Inflammate Scientia!

Minggu, 12 Juni 2011

Media Sosial: Bagai Air dan Api

Jejaring sosial merupakan suatu fenomena baru dalam media yang menarik hingga saat ini. Jika Email, SMS (Short Message Service) dan Messenger (BlackBerry) penggunaannya dapat bersifat pribadi. Artinya, ucapan tertulis kita tujukan kepada orang yang kita tentukan tanpa diketahui orang lain. Dibandingkan dengan media komunikasi tradisional, maka tak jauh berbeda dengan telepon, telegram dan surat. Lain halnya dengan jejaring sosial layaknya Twitter dan Facebook, semua orang dapat dapat bertindak dan menikmati sesuka hati. Ucapan tertulis kita bisa dibaca oleh seluruh orang di dunia. Kalau kembali mengacu pada media tradisional, ini mirip dengan majalah atau televisi, asal kita langganan atau menemukan frekuensinya, maka siaran bisa dinikmati.

Walaupun ada fitur untuk membuat hanya orang tertentu yang bisa membacanya, tapi kebanyakan orang tidak menggunakannya. Alhasil, kalau teman kita rajin menulis, kita dapat mengetahui apa yang dia lakukan, apakah sedang kesal atau bahagia, dan semua hal lain yang ditulisnya. apapun yang dia bagikan (share), kita dapat dengan mudah mengetahuinya.

Komunikasi, selayaknya ada dan digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup sosial kita. Dalam hubungannya dengan jejaring sosial (Twitter, Facebook, dsb.), ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam menjaga tujuan tersebut.

Yang pertama, sadarilah bahwa apa yang kita tulis dapat diakses oleh semua orang, entah itu keluarga anda, teman, rekan kerja, hingga yang mungkin anda tidak tahu tapi penting bagi anda kelak (misalnya, HRD atau Departemen Personalia pada perusahaan yang tengah menganalisa profil anda sebelum rekrut).

Jadi, pikirkan apa yang anda tulis/bagikan di media jejaring sosial. Memang, itu adalah hak anda dan tidak ada hukum atau etika tertentu yang mengikat. tapi, sadari satu hal bahwasanya sudah menjadi hukum alam, semakin banyak yang baca (makin selebriti), maka makin harus waspada. Kalau hanya teman dekat anda yang melihat, curhat tidak masalah. Namun, jika anda presiden, menteri atau orang penting lainnya, bukan tidak mungkin akan timbul penilaian subyek yang negatif bila kebanyakan curhat, opini, komplain apalagi maki-maki (ingatlah kasus Luna Maya beberapa waktu silam!).

Yang kedua, selain sebagai yang menyiarkan (menulis), anda juga pemirsa (baca punya orang lain). Perlu dipahami, dunia maya dapat menyembuyikan identitas, untuk mengeluarkan sesuatu yang yang membuat emosi. Jadi, kita harus menggunakan akal sehat dan tidak perlu terpancing pada tindakan provokatif semacam itu. Peter Steiner mengungkapkan analoginya "On the Internet, nobody knows you're a dog". Ya, analogi tersebut mengartikan bahwa dalam dunia maya, apapun bisa menjadi 'mungkin' termasuk menghilangkan identitas.

Dan yang terakhir, perlu diingat bahwa kehidupan ini tidak terbatas pada dunia maya atau dalam jejaring sosial saja. Percuma, bersikap positif dan menyemangati orang lain di dunia maya tapi sesungguhnya apatis dengan realita lingkungan sekitar. Percuma kelihatan hebat di dunia maya, tapi mengabaikan karya kita di dunia nyata. Facebook, Twitter dan media sosial lainnya bukan hal buruk. Kita bisa berbagi, belajar, ataupun memberikan motivasi. Akan tetapi, bagai air dan api, selalu ada resiko jika kita tidak mampu mengendalikan penggunaannya. Gunakan secara bijaksana.

Sumber: Anonymous, Warta Salus No. 218-2011, dengan gubahan oleh Christophorus.

Senin, 23 Mei 2011

BEDAH FILM

Beberapa waktu yang akan datang, tepatnya pada tanggal 31 MEI 2011. BEM FIKOM UBL mengadakan kegiatan "BEDAH FILM". Tema kebangsaan dipilih guna membangkitkan semangat cinta bangsa dan patriotis di dalam diri mahasiswa, khususnya Fikom. Kali ini, divisi KPA (Kelompok Pengembangan Akademik) mengangkat film yang berjudul "Naga Bonar jadi 2".

Target peserta dari acara ini diantaranya yaitu mahasiswa UBL khususnya Fakultas Ilmu Komunikasi
film 'sentilan' karya Deddy Mizwar ini bercerita tentang Alur cerita berputar tentang hubungan Nagabonar (Deddy Mizwar) dan Bonaga (Tora Sudiro) dalam suasana kehidupan anak muda metropolis. Bonaga, seorang pengusaha sukses, mendapat proyek pembangunan resort dari perusahaan Jepang. Sialnya, lahan yang diincar perusahaan Jepang tersebut tak lain adalah lahan perkebunan sawit milik ayahnya, Nagabonar. Maka Bonaga pun memboyong ayahnya ke Jakarta agar dia bisa membujuk Nagabonar menjual lahan tersebut.
Usaha Bonaga tak berhasil. Kekeraskepalaan Nagabonar untuk mempertahankan lahan perkebunan (di mana di sana juga terdapat makam istri, Ibu dan temannya si bengak Bujang) semakin menjadi-jadi ketika tahu calon pembeli tanahnya adalah perusahaan Jepang (yang masih dianggapnya penjajah).
Sementara Nagabonar dan Bonaga berusaha untuk saling memahami cara pandang dan nilai-nilai satu sama lain, tenggat waktu untuk Bonaga semakin mendekat.
Namun, pada akhirnya Bonaga membatalkan perjanjian tersebut, karena ia tau ayahnya sebenarnya berat untuk menyetujui hal tersebut, ia tidak mau membuat ayahnya sedih, karena ia sangat menyayangi ayahnya. Semoga dengan diadakannya event ini, ddiharapkan mahasiswa Fikom Universitas Budi Luhur semakin maju dan cerdas dalam generasi yang berkompeten.

Selasa, 10 Mei 2011

Bagan Kurikulum Fikom UBL

Fikomers, berikut ini adalah Bagan Kurikulum Prodi Ilmu Komunikasi, dibagi per Konsentrasi, silakan amati, unduh, pelajari kemudian rencanakan perkuliahan dengan baik.

bagan Broadcast Journalism:

bagan Public Relation:


bagan Visual Communication:


bagan Advertising:

Silakan diunduh dengan cara klik kanan, kemudian save image as (atau : simpan gambar dengan nama).


source: FIKOM UBL

[Undangan] Seminar Bahaya Laten Negara


Pesan terusan:

Pada tanggal 11 Maret 2011, KOMPAS memuat tulisan Rm. Franz Magnis-Suseno SJ, yang berjudul 45 Tahun Supersemar. Dalam tulisan itu, Rm. Magnis mengkritik Negara yang tidak melakukan upaya rekonsiliasi sama sekali terhadap keluarga-keluarga korban pembantaian oleh militer yang mengatasnamakan penumpasan gembong PKI (Partai Komunis Indonesia). Menurut Harry Tjan Silalahi, biasanya mayoritas yang mencoba memahai minoritas, tapi di Indonesia ini justru minoritas yang dipaksa untuk memahami mayoritas.

Berangkat dari tulisan tersebut, Senat Mahasiswa STF Driyarkara bekerjasama dengan tim Jurnal Driyarkara, bermaksud mengadakan seminar publik tentang Komunisme di Indonesia. Bagian dari tulisan tersebut yang perlu ditanggapi adalah sikap pemerintah saat itu yang melakukan pembiaran terhadap peristiwa pembantaian pengikut PKI. Tentu kami tidak bermaksud untuk membela komunisme, atau memperbaiki citra komunisme atau mengangkat jasa komunisme (Menurut Rm. Magnis hal itu amat sulit, karena bagaimanapun ideologi komunisme itu juga problematis. Ratusan juta orang juga mati akibat ulah para komunis itu). Yang perlu diupayakan adalah Rekonsiliasi dengan para korban. Di Indonesia, para komunis justru diteror oleh pemerintah (sementara di negara lain komunis yang menjadi teror). Mereka menjadi korban. Teror pemerintah itu masih ada sampai sekarang yaitu kurangnya pembelaan terhadap kaum minoritas ketika dominasi kelompok mayoritas menekan minoritas bahkan dengan kekerasan.

Maka, para pembicara yang dihadirkan akan mengupas peristiwa PKI 1965, tidak dari sisi historisitas, tetapi meninjau dan menggugat sikap pemerintah terhadap genosida tahun 1965 dan pembelaan pemerintah periode sekarang terhadap dominasi mayoritas dengan kekerasan.

Ada tiga pembicara yang diundang, yaitu 
  1. Baskara Tulus Wardaya SJ, 
  2. M. Imam Aziz, dan 
  3. I Gusti Agung Putri. 
Moderator seminar : I Gusti Agung Anom Astika.
Dan ditutup oleh Rm. Franz Magnis-Suseno SJ sebagai keynote speaker.

Seminar ini hanya akan diadakan satu sesi di auditorium STF pada 
hari Sabtu, 14 Mei 2011, pkl. 10.00-13.00.
(disediakan makan siang). tanpa biaya akomodasi. 
info lebih lanjut: http://www.driyarkara.ac.id/

blog-indonesia.com

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More