secara harafiah, berpikir itu sendiri, dalam artian menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah menggunakan
akal budi untuk
mempertimbangkan dan
memutuskan sesuatu. dari situ jelas diungkapkan bahwasanya dalam berpikir tak lepas dari perannya 'akal budi' dalam proesnya. namun, akal itu pada kenyataan, seringkali membawa manusia terjebak dalam kesalahan atau kerancuan pada pemikirannya.
kita sebagai mahasiswa, yang diklaim sebagai kaum intelektual, sudah sepantasnya untuk dituntut dalam pemikiran menuju arah yang lebih baik dengan bertransformasi melalui ide-ide dalam diri kita. oleh karena itu, untuk mencapai hal tersebut harus menghindari berbagai gejala kerancuan yang menyebabkan kegagalan dalam jalan pemikiran kita.
menurut Jalaludin Rachmat, ada 7 macam dalam kesalahan berpikir atau kerancuan berpikir, yaitu:
1.
Fallacy of Dramatical Instance
kesalahan berpikir ini berawal dari kecenderungan orang untuk melakukan over-generalitation, yaitu penggunaan satu atau dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat general atau umum. kerancuan semacam ini sangat banyak di temui di masyarakat, dan biasanya over generalized di ambil dari satu kasus atau dua kasus sebagai rujukan yang diambil dari pengalaman pribadi seseorang. contoh yang sangat konkrit yang terjadi: "wanita itu di sakiti oleh pria sebanyak 3 kali dalam hidupnya, lalu di berkesimpulan bahwa semua laki2 itu brengsek", itulah contoh konkrit yang sering di temui dari fallacy of Dramatical Instance.
2.
Fallacy of Retrospective Determinism
Istilah panjang ini sebenarnya untuk menjelaskan kebiasaan orang yang menganggap masalah yang ada yang sekarang terjadi sebagai sesuatu yang secara historis memang selalu ada, tidak bisa dihindari, dan merupakan akibat dari sejarah yang cukup panjang. misalnya: "mengapa pelacuran itu harus dibasmi?, karena sepanjang sejarah pelacuran, mereka tetap ada, dan tidak bisa dibasmi, oleh karena itu yang harus kita lakukan merelokasikan agar tidak ada dampak2 yang tidak diinginkan."singkatnya Determinisme retrospektif adalah upaya kembali pada sesuatu yang seolah - olah sudah ditentukan oleh sejarah.
3.
Post Hoc Ergo Propter Hoc
istilah ini berasal dari bahasa latin, Post = sesudah, Hoc = Demikian, Ergo = karena itu, Propter = disebabkan Hoc = demikian. intinya: sesudah itu - karena itu - oleh sebab itu. Memang sulit apabila diterjemahkan secara terminologis, tetapi kata2yang panjang dan sulit dipahami ini intinya bahwa akibat yang dihasilkan tidak sesuai dengan sebabnya, akan tetapi dipercaya bahwa penyebabnya tidak sesuai itu. contoh konkritnya: "orang tua lebih menyayangi seorang anak dibandingkan anak lainnya hanya karena orangtua itu naik pangkat, keadaan ekonominya yang baik setelah mempunyai anak kesayangannya itu. dulu orang tua ini sengsara dan yang kena getah anak pertamanya dan berkata "anak pertama ini membawa sial, zaman anak ini kami sengsara, nah anak yang bungsu ini yang membawa keberuntungan.
4.
Fallacy Of Misplaced Concretness
intinya, kerancuan ini adalah mengkonkritkan sesuatu yang pada hakikatnya abstrak, misalnya: "mengapa Negara A miskin? karena sudah menjadi takdirnya negara A miskin, Takdir merupakan sesuatu yang abstrak, jika jawabannya seperti itu maka Negara A tidak bisa dirubahlagi menjadi negara yang sejahtera.
5.
Argumentum Ad Verecundiam
intinya, Berargumen dengan menggunakan Otoritas, padahal otoritas itu sendiri tidak relevan dan ambigu, otoritas itu sesuatu yang sudah diterima kebenarannya secara mutlak.
6.
Fallacy Of Composition
misalnya, dikampung saya, ada orang yang membudidayakan jamur, sehingga menjadi perusahaan besar dan mendatangkan uang yang banyak pada orang tersebut. lalu melihat itu, seluruh penduduk menjual kebunnya untuk dijadikan modal berbisnis jamur. akibatnya semua penduduk kampung saya bangkrut karena merosotnya permintaan dan membludaknya pasokan barang. singkatnya, terapi yang berhasil untuk satu orang dianggap berhasil untuk semua orang, inilah Fallacy of composittion.
7.
Circular Reasoning
pemikiran yang berputar - putar, menggunakan kesimpulan untuk mendukung asumsi yang digunakan lagi untuk menuju kesimpulan semua, hal ini sangat sering ditemui. ketika saya berdiskusi dengan teman saya, teman saya mengemukakan hipotesis: "apabila organisasi dikembangkan denganbaik maka program transmigrasi akan berjalan lancar." saya tanya: "apa buktinya organisasi itu berjalan lancar?" ia jawab: "kalau programnya berjalan lancar". saya tanya lagi: "Program lancar, artinya?" ia menjawab: "artinya pengembangan organisasinya baik." inilah contoh circular reasoning, ini sama saja membuat hipotesis, "apabila seorang manusia laki laki, maka dia pasti pria".
by:
Anis Rosyadi
(Sumber : Kamus Populer, Kamus Bahasa Inggris, Kamus Bahasa Latin, Rekayasa Sosial - Jalaluddin Rakhmat, Logika - Mundiri)