Oleh: Drs. Zamris Habib, M.Si, Dosen Komunikasi UMJ dan UIN Jakarta
Komunikasi
adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam kehidupan
umat manusia. Kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan sesamanya,
diakui oleh hampir semua agama telah ada sejak masa Adam dan Hawa.
Sifat manusia untuk menyampaikan keinginannya dan untuk mengetahui
hasrat orang lain, merupakan awal keterampilan manusia berkomunikasi
secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat, kemudian disusul dengan
kemapuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk
bahasa verbal.
Kapan manusia mulai mampu berkomunikasi dengan manusia lainnya, tidak
ada data autentik yang dapat menerangkan tentang hal itu. Hanya saja
diperkirakan bahwa kemampuan manusia untuk berkomunikasi dengan orang
lain secara lisan adalah peristiwa yang berlangsung secara mendadak.
Everett M. Rogers menilai peristiwa ini sebagai generasi pertama
kecakapan manusia berkomunikasi sebelum mampu mengutarakan pikirannya
secara tertulis.[1]
Usaha-usaha untuk manusia berkomunikasi lebih jauh, terlihat dalam
berbagai bentuk kehidupan mereka di masa lalu. Pendirian tempat-tempat
pemukiman di daerah aliran sungai dan tepi pantai, diplih untuk
memudahkan mereka dapat berkomunikasi dengan dunia luar menggunakan
perahu, rakit, dan sampan. Pemukul gong di Romawi dan pembakar api yang
mengepulkan asap di Cina adalah simbol-simbol komunikasi yang dilakukan
oleh para serdadu di medan perang.
Dalam berkomunikasi, manusia menggunakan lebih banyak gerak-gerik,
sikap tubuh dan mimik, tetapi perumusan pesan itu sendiri lebih
dimungkinkan oleh adanya bahasa dan lambang-lambang yang dapat dipahami
bersama.
Kemampuan
untuk menggambar atau menuliskan lambang-lambang yang memiliki arti
adalah sutau keunikan dari spesies manusia, dan ini menjadi salah satu
perbedaan paling signifikan antara manusia dengan mahluk yang lain di
bumi ini. Manusia sudah mulai menggambar dan melukis lambang-lambang di
batu sejak tahun 35.000 SM, dan ilustrasi-ilustrasi serupa ini menjadi
sebuah bagian penting dalam kehidupan manusia selama berabad-abad.[2]
Perkembangan
komunikasi antarmanusia tidak terlepas dari pengaruh naluri kemanusiaan
itu sendiri. untuk bertahan hidup manusia membutuhkan manusia yang
lainnya untuk saling membantu. Sementara pada tahapan saling memberikan
bantuan inilah proses komunikasi akan sangat dibutuhkan.
A. Zaman Tanda dan Isyarat
Zaman
ini merupakan yang paling awal dalam sejarah perkembangan manusia dan
muncul jauh sebelum nenek moyang manusia dapatberjalan tegak. Dalam
berkomunikasi satu sama lain, peran insting (meskipun masih sangat
rendah) sangatlah penting. Proses komunikasi manusia lebih berdasarkan
insting dan bukan rasionya.
Itu
semua terjadi karena kemampuan kapasitas otak manusia masih sangat
terbatas. Perkembangan otak mereka juga sangat lamban. Oleh karena itu,
zaman ini berjalan dalam ribuan tahun sebelum digunakannya gerak
isyarat. Bunyi-bunyian dan tanda jenis lain dalm komunikasi.
Dengan
kata lain sebenarnya manusia itu sudah menggunakan “ucapan” dalam
berkomunikasi. Akan tetapi proses komunikasi yang dmaksud bukan seperti
yang dilakukan manusia saat ini.[3]
Penggunaan
tanda dan isyarat itu tidak berarti bahwa manusia pada zaman tersebut
tidak dapat berkomunikasi. Gerak isyarat dan tanda itu dalam komunikasi
dikenal dengan komunikasi nonverbal. Hal ini tetap bisa dikattakan
berkomunikasi meskipun dengan “bahasa” dan kemampuannya sendiri.
Ringkasnya, merekamengadakan komunikasi dengan sederhana sekali.
Philip
Liberman (1984) pernah mengatakan bahwa para ahli paleoantropologi
menemukan bukti bahwa ukuran tengkorak panjang lidah, dan jaringan yang
lain pada manusia menunjukkan pada kita letak pangkal tenggorokan dan
kotak siara.
Menurut
para ahli tersebut dilihat dari beberapa alat tubuh, dapat disimpulkan
bahwa manusia jaman dahulu kala tidak dapat berbicara seperti manusia
sekarang.
Dengan
kata lain, mereka tidak bisa berbicara, karena tidak mempunyai
kecukupan alat-alat untuk melakukan itu (seperti yang dimiliki manusia
saat ini). Ini disebabkan struktur neurologis dan anatominya tidak
mecukupi untuk melakukan hal itu.
Sehingga
perkembangan zaman dan alam yang akhirnya merubah kehidupan manusia
tersebut, baik perubahan dalam bentuk fisik maupun perubahan pada
kemampuan berpikir dan berkomunikasi.
Lebih
dari beribu-ribu tahun lamanya, pola komunikasi tidak hanya digunakan,
tetapi juga mengalami penyempurnaan dari waktu ke waktu, tentunya sesuai
dengan kapasitas yang dimiliki. Meskipun ada perkembangan dalam proses
komunikasi, proses itu belum mengarah pada penggunaan bahasa atau
percakapan sebagai alat komunikasi yang bisa dilakukan manusia dewasa
ini. Perkembangan penting komunikasi dalam era ini adalah digunakannya
bahasa tanda dan isyarat sebagai alat komunikasi. Munculnya tanda dan
isyarat sebagai alat komunikasi berasal dari penyempurnaan penggunaan
suara (geraman, tangisan, dan jeritan) sebagai alat komunikasi.[4]
B. Zaman Bahasa Lisan
Zaman
komunikasi lisan ini berjalan kira-kira 300.000 sampai 200.000 tahun
SM. Era ini juga ditandai dengan lahirnya embrio kemampuan untuk
berbicara dan berbahasa secara terbata-bata dalam kelompok masyarakat
tertentu. Oleh karena itu, manusia pada zaman ini sering disebut dengan homosapiens.
Daripenelitian yang pernah dilakukan, kemmapuan berbicara dalam sistem
bahasa baru terjadi sekitar 90.000 tahun sampai 40.000 tahun SM.
Sementara itu bahasa secara lengkap mulai digunakan kira-kira 35.000
tahun SM.
Manusia
jenis Cro Magnon menjadi ciri utama era ini. Di awal periode
kehidupannya, mausia jenis itu sudah mempunyai keahlian di dalam membuat
peralatan yang berasal dari batu. Sebagaimana kita ketahui, budaya
manusia awalnya dimulai dengan tulisan. Zaman Batu merupakan salah satu
perkembangan awal pengenalan bahasa yang ditulis (meskipun hanya berupa
gambar yang di buat pada batu).
Meskipun
perkembangan teknologi komunikasi diawali dengan penemuan-penemuan
mesin pencetak huruf di kemudian huruf, namun perkembangan komunikasi
itu sendiri dimulai dengan kepandaian melukis hewan buruan di gua-gua
yang diabadikan secara grafik kurang lebih 20.000 tahun yang lalu.[5]
Pada
awal sejarah perkembangan manusia dalam mengenal tulisan, mereka telah
memahat atau mengukir gambar binatang dan manusia pada tulang, batu,
taring, dan bahan-bahan yang lain. Manusia pada era ini biasanya
mewariskan lukisan indah pada dinding beberapa gua di daerah mereka
tinggal. Ratusan gua itu pernah ditemukan di Spanyol dan Perancis bagian
selatan.
Hampir
setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang-orang lainnya,
dan kebutuhan ini terpenuhi malaui pertukaran pesan yang berfungsi
sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa
berkomunikasi akan terisolasi. Pesan-pesan ini mengemuka lewat perilaku
manusia.
Ketika
kita berbicara, kita sebenarnya sedang berperilaku. Ketika kita
melambaikan tangan, tersenyum, bermuka masam, menganggukkan kepala, atau
memberikan suatu isyarat, kita juga sedang berperilaku. Sering
perilaku-perilaku ini merupakan pesan-pesan, pesan-pesan itu kita
gunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada orang lain.[6]
C. Zaman Tulisan
Kecakapan
manusia berkomunikasi secara lisan menurut perkiraan berlangsung
sekitar 50 juta tahun, kemudian memasuki generasi kedua di mana manusia
mulai memiliki kecakapan berkomunikasi melalui tulisan.
Bukti
kecakapan ini ditandai dengan ditemukannya tanah liat yang bertulis di
Sumeria dan Mesopotamia sekitar 4000 tahun sebelum masehi. Kemudian
berlanjut dengan ditemukannya berbagai tulisan di kulit binatang dan
batu arca. Lalu secara berturut-turut dapat disebutkan pemakaian huruf
kuno di Mesir (3000 tahun SM), alphabet Phunesia (1800 tahun SM), huruf
Yunani Kuno (1000 tahun SM), huruf Latin (600 tahun SM).[7]
Di
Mesopotamia kuno (berasal dari kata dalam bahasa Yunani yang berarti
“tanah di antara dua sungai”) banyak sekali kelompok yang menghentikan
pengembaraannya dan mulai membangun tempat tinggal yang permanen. Inilah
kota-kota yang pertama. Tahun 6000 SM, Lembah Sabit Subur juga menjadi
tempat lahirnya peradaban.
Mendekati
tahun 3.500 SM, manusia memiliki gagasan untuk mengembangkan
serangkaian lambang yang sederhana yang dapat dipahami oleh kalangan
luas, yaitu huruf. Huruf mewakili suara yang diucapkan dan dengan
berbagai cara, satu huruf dapat digabungkan dengan huruf lain sehungga
membentuk apa yang kita namkan kalimat. Sistem ini disebut abjad
fonetik.
Abjad
fonetik yang pertama berasal dari abjad baji yang dikembangkan oleh
orang Sumeria kuno. Penyebarannya yang luas hingga ke wilayah
Mesopotamia membuatnya menjadi pendahulu hieroglif Mesir. Abjad Baji lah
yang menjadi cikal bakal Abjad Ibrani maupun Abjad Arab. Selain itu, ia
juga merintis abjad Yunani, yang pada gilirannya mengantar hadirnya
Abjad Romawi yang kini digunakan dalam Bahasa Inggris, Perancis, Jerman
dan sebagian besar bahasa-bahasa barat lainnya.
Abjad
Sirilik yang digunakan di Rusia dan di negara-negara Slavia lain juga
berkembang dari Abjad Yunani kuno. Abjad Cina yang lahir beberapa waktu
kemudian setelah Abjad Tinur Tengah kuno, dipinjam oleh sebagian besar
bangsa Asia, misalnya Jepang dan Korea, untuk dijadikan dasar abjad yang
digunakan dalam bahasa masing-masing.[8]
Umat manusia sudah berada di muka bumi ini setengah juta tahun yang silam. Tulang-belulang Australopithecus
yang baru-baru ini ditemukan, makhluk yang menyerupai kera yang oleh
para ilmuwan dipercayai sebagai nenek moyang manusia modern, usianya
empat juta tahun.
Ada
juga sebuah bukti bahwa 30.000 tahun yang lalu manusia sudah membuat
peralatan dan hidup berkelompok di seluruh benua. Juga ditemukan
petroglif, atau lukisan batu, yang usianya kurang-lebih 10.000 tahun,
dan ada lukisan-lukisan rumit di dinding-dinding gua di Spanyol maupun
Perancis yang kira-kira berumur 18.000 tahun.[9]
Sejarah
tulisan sendiri merupakan salah satu dari proses pergantian dari
gambaran piktografi ke sistem fonetis, dari penggunaan gambar ke
penggunaan sesederhana untuk menyatakan maksud yang lebih spesifik.[10]
Tahun
yang menandai manusia membentuk kelompok atau hidup bergerombol untuk
pertama kalinya adalah athun 20.000 SM. Beberapa kelompok manusia hidup
bersama di sebuah kemah yang acap kali dibuat setengah permanen.
Awalnya,
mereka tidak pernah menetap di suatu tempat, karena sifat dasar manusia
adalah mengembara. Mereka berpindah tempat sesuai dengan musim dan
menetap untuk sementara di suatu tempat d mana ditemukan sumber makanan
mereka, antara lain, binatang buas dan tanaman musiman.
Setelah
berlangsung ribuan tahun lamanya, sampailah manusia ke zaman tulisan
(zaman ini muncul sekitar 5000 tahun sebelum masehi). Komunikasi tidak
lagi dilakukan hanya dengan mengandalkan lisan, tetapi didukung pula
oleh bahasa tulis.
Sebuah
prasasti yang ditemukan menginformasikan bahwa sekitar 4000 tahun SM
ditemukan kota kuno di Mesopotamia dan Mesir. Sebagaian besar prasasti
ini menggambarkan lukisan dengan kasar atau goresan pada dinding
bangunan.
Dari
penemuan prasasti ini bisa dikemukakan bahwa sudah ada standarisasi
makna pesan. Misalnya, secara sederhana gambaran matahari bisa berarti
siang hari, membungkuk dengan tanda panah berarti memburu, dan garis
yang berombak berarti danau atau sungai. Semua ini menjadi simbol awal
dari sejarah kemunculan era tulisan.
Beberapa
lukisan di antaranya sudah mengunakan komposisi warna. Bahkan lukisan
tersebut menjadi cikal bakal lukisan-lukisan saat ini. Manusia di zaman
ini melukis banteng, rusa kutub, dan binatang lain yang mereka buru. Dan
yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah membuat pakaian dari
kulit binatang dan menmukan teknik pengerasan tanah liat dengan
menggunakan api.
Lukisan-lukisan
yang dibuat oleh manusia jenis Cro Magnon ini bisa dikatakan menjadi
bukti pertama usaha manusia terbaik pertama dalam upayanya menyimpan
informasi.[11]
Sementara
itu tulisan alfabet muncul kurang dari seratus tahun kemudian dan
berkembang secara cepat. Tulisan tersebut menyebar ke seluruh dunia
kuno, dan baru beberapa abad kemudian sampai ke negeri Yunani. Lambat
laun gagasan penggunaan simbol huruf konsonan dan vokal muncul. Saat itu
karakter yang dibutuhkan kurang lebih seratus. Suatu jumlah yang sangat
besar tentunya, karena padahal sekarang ini kita hanya mengenal dua
pulu enam karakter huruf.
Sesudah
banyak variasi pembahasan sejarah perkembangan tulisan, satu kejadian
yang tidak boleh kita tinggalkan adalah peristiwa di Yunani. Bangsa ini
telah secara efektif dan sederhana mempunyai sistem standarisasi huruf.
Sekitar 500 tahun SM, mereka telah secara luas menggunakan alfabet.
Akhirnya, alfabet orang-orang Yunani masuk ke Roma yang kemudian
dibangun serta dimodifikasi. Dewasa ini, kita menggunakan huruf-huruf
kapital (majuscule) dan huruf kecil (miniscule) yang berasal dari Roma itu.
Lambat
laun sistem tulisan alfabet ini berkembang secara cepat dan lengkap.
Tanpa bantuan sistem tulisan ini bisa jadi populasi penduduk yang buta
huruf akan menjadi lebih besar. Perkembangan yang penting pun terjadi
pula dalam ilmu pengetahuan, lukisan, pemerintahan, dan keagamaan.
Sekitar
2500 tahun (sebelum munculnya agama Kristen), orang Mesir menemukan
metode pembuatan jenis kertas yang dapat tahan lama dari papyrus. Dibandingkan dengan batu, papyrus jelas lebih baik. Alasannya lebih mudah menulis di papyrus dengan kuas dan tinta daripada memahat di atas batu. Papyrus itu sendiri asal-usulnya ditemukan di muara Sungai Nil. [12]
The
oldest books were quite unlike our modern ones. They were baked clay
tablets that were used about 5.500 years ago, in Babylon and Nineveh in
Asia Minor.
The
Egyptians who lived in the valley of the Nile found a better material
than clay to use for books. They used a reed-like plant, called
“papyrus”.[13]
“Media
Buku dahulu adalah lempengan tanah liat yang dibakar, yang digunakan
sekitar 5.500 tahun yang lalu, di daerah Babilonia dan Nineveh, sebuah
daerah di Asia Kecil.
Orang-orang
Mesir yang tinggal di Lembah Sungai Nil menemukan bahan yang lebih
bagus dari pada tanah liat untuk dibuat menjadi buku. Mereka menggunakan
semacam tanaman yang disebut dengan papyrus.”
D. Zaman Kemunculan Retorika
Sebagai
cikal bakal ilmu komunikasi, retorika mempunyai sejarah yang panjang.
Para ahli berpendapat bahwa retorika sudah ada sejak manusia ada. Akan
tetapi, retorika sebagai seni bicara yang dipelajari dimulai pada abad
kelima sebelum masehi, ketika kaum Sofis di Yunani mengembara dari
tempat yang satu ke tempat yang lain untuk mengajarkan pengetahuan
mengenai politik dan pemerintahan dengan penekanan terutama pada
kemampuan berpidato.
Pemerintah,
menurut kaum Sofis, harus berdasrkan suara terbanyak atau demokrasi
sehingga perlu adanya usaha membujuk rakyat demi kemenangan dalam
pemilihan-pemilihan. Maka berkembanglah seni berpidato yang membenarkan
pemutarbalikan kenyataan demi mencapai tujuan, yang terpenting khalayak
bisa tertarik perhatiannya dan terbujuk.[14]
Orang yang pertama-tama dianggap memperkenalkan oratori atau seni
berpidato adalah orangYunanai Sicilia. Tetapi tokoh pendiri sebenarnya
adalah Corax dari Srakuasa (500 SM). Dialah yang mula-mula meltakkan
sistematika oratori atas lima bagian.[15]
Sudah sejak permulaan perkembangan retorika menimbulkan perbedaan
pendapat (kontroversi) mengenai beberapa hal yang menyangkut retorika.
Kontroversi tersebut menyangkut persoalan pamakaian unsur stilistika, menyangkut hubungan antara retorika dan moral, dan masalah pendidikan. dalam pidato-pidato.
Kontroversi pertama menyangkut persoalan: apakah perlu mempergunakan
unsur-unsur stilistika dalam pidato. Ada tiga aliran, yaitu yang
menyetujui penggunaan unsur stilistika, yang menolak, dan yang berada di
luar aliran pertama dan kedua.
Kontroversi
kedua menyangkut relasi antara retorika dan moral: apakah dalam pidato
harus juga diindahkan masalah moral. Dalam pidato biasanya tidak
dikemukakan pembuktian-pembuktian secara ilmiah. Pidato lebih banyak
berbicara mengenai kemungkinan-kemungkinan, karena pendengar biasanya
adalah orang-orang yang tidak berpendidikan, atau orang-orang yang tidak
senang mendengarkan pidato. Sebab itu Gorgias dari Leontini,
berpendirian bahwa seorang orator harus menyampaikan bukti-bukti baik
mengenai keadilan dan ketidakadilan dengan cara yang sama baik.
Kontroversi
ketiga yang juga sudah timbul sejak permulaan perkembangan retorika
adalah masalah pendidikan. Kontroversi yang kedua mempunyai ikatan
dengan yang ketiga ini. Ahli-ahli retorika yang siap menerima tanggung
jawab moral dalam retorika, mengkritik rekan-rekan mereka yang mencoba
memperoleh keuntungan dalam profesi mereka, terutama dalam pengadilan.
Akibatnya mereka juga tidak mencapai kata sepakat mengenai topic mana
saja yang harus dimasukkan dalam pelajaran retorika di pusat-pusat
pendidikan.[16]
Betapa
pentingnya retorika dapat dilihat dari peranan retorika dalam
demokrasi. Dalam hubungan ini terkenal seorang orator bernama
Demosthenes (384-322) yang pada zaman yunani sangat termasyhur karena
kegigihannya mempertahankan kemerdekaan Athena dari ancaman Raja
Phillipus dari Macedonia.
Pada
waktu itu telah menaji anggapan umum bahwa di mana terdapat sistem
pemerintahan yang berkedaulatan rakyat, di situ harus ada pemilihan
berkala dari rakyat dan oleh rakyat untuk memilih pemimpin-pemimpinnya.
Di mana demokrasi menjadi sistem pemerintahan, di situ dengan sendirinya
masyarakat memerlukan orang-orang yang mahir berbicara di depan umum.
Demosthenes pada masa jayanya itu meningkatkan kebiasaan retorika yang berlaku pada zamannya, dan lebih menekankan pada:
a. Semangat yang berkobar-kobar
b. Kecerdasan pikiran,
c. Kelainan dari yang lain[17]
Sementara
itu di Romawiyang mengembangkan retorika adalah Marcus Tulius Cicero
(106-43 SM) yang menjadi termasyhur karena suaranya dan bukunya yang
berjudul antara lain de Oratore. Sebagai seorang orator yang
ulung, Cicero mempunyai suara yang beratmengalun, bahkan kadang-kadang
pidatonya itu disertai cucuran air mata.
Cicero mengajarkan bahwa dalam mempengaruhi pendengar-pendengarnya
seseorang retor harus meyakinkan mereka dengan mencermnkan kebenaran dan
kesusilaan. Dalam pelaksanaannnya retorika meliputi:
a. Investio
Ini
berarti mencari bahan dan tema yang akan dibahas. Pada tahap ini
bahan-bahan dan bukti-bukti harus dibahas secara singkat dengan
memperhatikan keharusan pembicara:
1. mendidik
2. membangkitkan kepercayaan
3. menggerakkan hati
b. Ordo Collocatio
Ini
mengandung arti menyusun pidato yang meminta kecakan si pembicara dalam
memilih mana yang lebih penting, mana yang kurang penting. Penyusun
pidato juga diminta untuk memperhatikan:
1. exordium (pendahuluan)
2. narratio (pemaparan)
3. confirmation (pembuktian)
4. reputation (pertimbangan)
Demikian retorika di Romawi yang banyak persamaannya dengan retorika yang berlaku d Yunani.
Aristoteles
berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa,
sebuah meja lilin yang siap dilukis oleh pengalaman. Dari Aristoteles,
John Locke (1632-1704), tokoh empirisme Inggris, meminjam konsep ini.
Menurut kaum empiris, pada waktu lahir manusi tidak mempunyai “warna
mental”. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah
satu-satunya jalan kepemilikan pengetahuan.
Di
Yunani, sejak abad kelima sebelum masehi, terkenal sebuah tempat
pemujaan Apollo di Delphi. Ke tempat inilah raja-raja dan rakyat banyajk
meminta nasihat. Seorang pendeta wanita duduk di atas kursi yang
dipenuhi asap dari sajian pemujaan.
Dalam
keadaan fana, pendeta tersebut menjawab pertanyaan pengunjung, dari
masalah kontes lagu sampai urusan agama dan politik. Ketika
penjahat-penjahat di koloni Locri meminta nasihat bagaiman mengatasi
kekacauan, orakel Delphi menjawab: “Buat hukum bagimu.” Ketika
orang-orang bertanya siapa manusia paling bijak, dewa Apollo melalui
mulut pendeta Delphi menjawab: ”Socrates”. Dari Delphi menyebar motto
yang terkenal :Gnothi Seauthon (kenalilah dirimu).
Motto
ini mengusik para filsuf untuk mencoba memahami dirinya, sehingga
kabarnya motto inilah yang mendorong berkembangnya filsafat di Yunani.[19]
E. Perkembangan Teknik Pengiriman Pesan
Meskipun
ada anggapan yang mengatakan adalah ide yang menghasilkan pengetahuan,
tetapi baik ide maupun pengetahuan adalah produk dari pengalaman. Secara
psikologis, ini berarti seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan
tempramen ditentukan oleh perilaku masa lalu.[20]
Apa
yang telah tejadi di masa lalu adalah sebuah pengalaman yang
mengajarkan hal-hal untuk sesuatu yang baru. Pengalaman akan kesulitan
berkomunikasi maupun pengiriman pesan dalam komunikasi itu sendiri telah
mengajarkan manusia untuk terus mencari dan menyempurnakan suatu proses
komunikasi yang lebih efektif daripada yang sebelumnya.
Misalnya
penentuan lambang atau simbol-simbol yang dipahami bersama, adalah
pengaruh dari keterbatasan dan kesulitan berkomunikasi pada masa
sebelumnya yang dikarenakan oleh belum ditentukannya kesamaan lambang
dan simbol tersebut.
Sejak
zaman primitif sampai sekarang, semua kelompok manusia tergantung pada
komunikasi tatap mata, berhadap-hadapan. Akan tetapi diperlukan adanya
sistem mengirim pesan untuk mengatasi ruang dan waktu.
Dikisahkan
bahwa Persia tua telah mendirikan serangkaian menara yang dinamakan
“pos seruan”, dan menempatkan orang yang bersuara nyaris dan keras
atasnya untuk meneruskan berbagai pesan dengan cara berteriak, beranting
dari satu menara ke lain menara.
Orang Romawi mengoperasikan suatu organisasi pelayanan kurir yang dinamakan cursus publicus.
Antara tahun 1305 sampai awal tahun 1800-an, perusahaan House of Taxis
telah meneylenggarakan suatu bentuk pelayanan kkilat berkuda di seluruh
Eropa. Pada tahun 1628, organisasi ini memperkerjakan 20.000 karyawan.
Para kurirnya berseragam biru dan perak menjelajahi seluruh Eropa dengan
membawa pesan antara para pangeran dan jenderal, saudagar dan peminjam
uang.[21]
Kantor
pos adalah saluran pertama yang terbuka lebar bagi komunikasi era
industri. Pada tahun 1837, kantor pos Inggris bukan saja membawa
berbagai pesan kaum elit, tetapi juga melayani 88 juta kiriman setahun,
suatu komunikasi yang luar biasa volumenya dalam ukuran waktu itu.
Pada
tahun 1960, ketika era industry mencapai puncaknya, jumlah itu mencapai
10 milyar kiriman. Pada tahun yang sama, kantor pos Amerika Serikat
mendistribusikan rata-rata 355 kiriman pos dalam negeri persetiap pria,
wanita, dan anak di negeri itu.[22]
F. Kemajuan Teknologi Komunikasi
Komunikasi
makin berkembang dengan ditemukannya mesin cetak di Cina pada abad
ke-10 yang mluas ke Jepang abad ke-12. Akhirnya komunikasi mulai dapat
menembus jarak dan waktu, terutama setelah Johannes Gutenberg menemukan
mesin cetak pada tahun 1440.
Perkembangan
komunikasi makin sempurna dengan adanya berbagai penemuan baru. Louis
Daguerre menemukan fotografi yang dapat mengabadikan rupa dan peristiwa
(1822). Samuel Morse menemukan telegrafi jarak jauh pertama (64 KM:
1844).
Thomas Alva Edison menemukan perekam bunyi (fonograf)
pertama, yang dapat mengabadikan komunikasi lisan secara praktikal
(1877). Alexander Graham Bell menemukan telpon yang dapat mempercepat
komunikasi pengganti suara yang sangat memakan waktu dan tenaga (1876).
Guglielmo
Marconi menemukan radio telegrafi (1898), disusul penemuan radio
teleponi oleh Reginald Fressenden(1900). Malam Natal tahun 1906,
Fressenden merintis siaran radio pertama di dunia.
Selanjutnya
Edison menemukan film bicara (1913). Televisi dirintis oleh Paul Nipkov
(1883). Sejak tahun 1935, televisi merupakan alat komunikasi mutakhir.
Sementara
itu teleks muncul di eropa awal tahun 30-an:jaringannya meluas setelah
Perang Dunia II, yang mempercepat penyampaian berita dalam media massa.
Setelah
itu ditemukannya kapal api oleh Robert Fulton (1807), kereta api oleh
George Stephenson (1825), serta pesawat terbang oleh dua bersaudara
Wilbur dan Orville Wright (1903), merupakan penyempurnaan teknologi
pengangkutan yang langsung mempengaruhi kelancaran komunikasi.[23]
Tahun-tahun
tersebut adalah tahapan di mana komunikasi terus mengalami kemajuan dan
penyempurnaan. Bahkan di masa sekarang kita mengenal yang namanya
internet, handphone, komputer, serta beragam teknologi komunikasi yang sudah menggunakan teknik digital.
G. Kesimpulan
Dengan
demikian dapat ditarik dua buah kesimpulan mengenai patokan
perkembangan komunikasi pada zaman sebelum masehi hingga zaman mulainya
tahun masehi.
Pada
tahun-tahun sebelum masehi, kemajuan proses komunikasi dimulai pada
saat ditentukannya seperangkat lambang dan simbol-simbol yang dapat
dipahami maknanya secara luas. Perkembangan selanjutnya adalah
ditemukannya sejumlah sarana untuk menulis maupun menggambarkan lambang
dan simbol-simbol tersebut. Meskipun pada akhirnya aksara atau huruf
ditemukan, namun lambang dan simbol-simbol berupa gambar-gambar lebih
dulu ditentukan sebagai pengganti suara dalam berkomunikasi.
Sedangkan
untuk periode modern, meskipun dasar penemuan mesin cetak ditemukan di
Cina pada abad ke-10, namun teknologi komunikasi baru dinyatakan
berkembang pada tahun 1440, yaitu tahun di mana mesin cetak yang lebih
efisien ditemukan oleh Johannes Gutenberg. Hal ini disebabkan karena
baru setelah mesin cetak hasil penemuan Gutenberg itulah industri
percetakan, yang juga tentunya merupakan industri komunikasi, pertama
kali mulai berkembang.
The
early development of writing, paper, and printing took place in the
Middle East and China. In 105 c.e. the Chinese began making paper from
rags, but it was not until 700 c.e. that Arab traders brought this new
technology to the West. Earlier, during the T’ang Dynasty in China
(618-906 c.e.), Chinese printers used wooden blocks to print characters,
than developed movable day type in 1000. The Koreans further refined
the printing process by developing movable metal type in 1234. However,
this inventions did not spawn a large printing industry. Printing did
not evolve further until the fifteenth century when Johannes Gutenberg
of Germany (re)discovered movable type and Europeans began to further
develop and exploit the printing press.[24]
DAFTAR PUSTAKA
Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta: 1998.
Effendy, Onong Uchana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya, Bandung: 2005.
Ensklopedi Indonesia, Edisi Khusus Suplemen, PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta: 1987.
……… Edisi Khusus, Jilid 4 KOM-OZO, PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta: 1987.
Keraf, Gorys, Diksi Dan Gaya Bahasa, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 1994.
Nuruddin, Pengantar Komunikasi Massa, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2007.
Porter, E. Richard, Larry A. Samovar, Komunikasi Antar Budaya, Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, PT Remaja Rosdakarya, Bandung: 2005.
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung: 2002.
Straubhaar, Joseph, Robert LaRose, Media Now, Communications Media in the Information Age, Wadsworth Group, United States of America: 2002.
The World Book Encyclopedia, vol.2, Field Enterprises Educational Coorporation, Chicago: 1996.
Toffler, Alvin, Gelombang Ketiga, PT Pantja Simpati, Jakarta: 1990.
Yenne, Bill, 100 Peristiwa Yang Berpengaruh Di dalam sejarah Dunia, Karisma Publishing Group, Batam: 1993.
[1] Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), h. 4.
[2] Bill Yenne, 100 Peristiwa Yang Berpengaruh Di dalam sejarah Dunia, (Batam: Karisma Publishing Group, 1993), h. 14.
[3] Nuruddin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 41.
[4] Ibid, h. 42-43.
[5] Ensklopedi Indonesia, Edisi Khusus Suplemen, (Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1987), h. 1845.
[6] Richard E. Porter, Larry A. Samovar, Komunikasi Antar Budaya, Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 12.
[7] Hafied Cangara, (Pengantar Ilmu Komunikasi), op.cit, h. 5.
[8] Bill Yenne, (100 Peristiwa Yang Berpengaruh Di Dalam Sejarah Dunia), op.cit, h. 14
[9] Ibid, h. 10.
[10] Nuruddin, (Pengantar Komunikasi Massa), op.cit, h. 49.
[11] Ibid, h. 45.
[12] Ibid, h. 53.
[13] The World Book Encyclopedia, vol.2, (Chicago: Field Enterprises Educational Coorporation, 1996), h. 313.
[14] Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), 53.
[15] Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), h. 3.
[16] Ibid, h. 4-5.
[17] Onong Uchana Effendy, (Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek), op.cit, h. 54
[18] Ibid, h. 56.
[19] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002) h. 17.
[20] Ibid, h. 23.
[21] Alvin Toffler, Gelombang Ketiga, (Jakarta: PT Pantja Simpati, 1990), cet.ke-3, h. 54
[22] Ibid, h. 55.
[23] (Ensiklopedi Indonesia, Edisi Khusus, Jilid 4 KOM-OZO), op.cit, h. 1845.
[24] Joseph Straubhaar, Robert LaRose, Media Now, Communications Media in the Information Age, (United States of America, Wadsworth Group, 2002), h. 70.
0 komentar:
Posting Komentar