Oleh Drs. Zamris Habib, M.Si, Dosen Komunikasi UMJ dan UIN Jakarta
Perkembangan teknologi komunikasi diawali oleh penemuan sebuah alat
cetak pada tahun 1041. Meskipun Johann Gutenberg, seorang yang
berkebangsaan Jerman, dikenal sebagai orang yang membuat cetak-mencetak
menjadi poses yang jauh lebih cepat dan ekonomis di tahun 1436, namun
pemikiran Gutenberg ini bercikal dari sebuah penemuan awal alat cetak di
Cina pada tahun 1041 tadi.
Seorang bernama Bi Zheng di Cina diakui secara umum sebagai pencipta keterampilan cetak-mencetak. Tahun 1041, ia mencetak dokumen-dokumennya yang pertama dengan menggunakan cetakan huruf yang sudah ia bakar dalam tanah liat dan kemudian dibentuk menjadi kalimat. Proses Bi Zheng diperbaiki oleh Wang Zhen pada tahun 1298, yang membuat huruf-hurufnya dari kayu keras dan selanjutnya mencetak buku-buku dan bahkan surat kabar.[1]
Seorang bernama Bi Zheng di Cina diakui secara umum sebagai pencipta keterampilan cetak-mencetak. Tahun 1041, ia mencetak dokumen-dokumennya yang pertama dengan menggunakan cetakan huruf yang sudah ia bakar dalam tanah liat dan kemudian dibentuk menjadi kalimat. Proses Bi Zheng diperbaiki oleh Wang Zhen pada tahun 1298, yang membuat huruf-hurufnya dari kayu keras dan selanjutnya mencetak buku-buku dan bahkan surat kabar.[1]
Dengan
demikian di Asia, cetak-mencetak sudah berlangsung sejak sekitar 100
tahun yang lalu, terutama di Cina dan Korea. Teks dan gambar diukirkan
pada kepingan papan, logam atau tanah liat, kemudian acuan stempel itu
diberi tinta, ditumpangi selembar kertas lalu di tekan rata.
Di Eropa cara mencetak semacam itu pertama kali disempurnakan oleh Johann Gutenberg, yang hasil penyempurnaannya itu merupakan salah-satu hasil karya terbesar dalam sejarah sampai saat ini.[2] Sejak saat itu industri percetakan pun mulai dan terus berkembang.
Di Eropa cara mencetak semacam itu pertama kali disempurnakan oleh Johann Gutenberg, yang hasil penyempurnaannya itu merupakan salah-satu hasil karya terbesar dalam sejarah sampai saat ini.[2] Sejak saat itu industri percetakan pun mulai dan terus berkembang.
Masa
Renaisans yang dikenal sebagai masa kebangkitan Romawi dan Yunani Kuno,
yang merupakan masa hidupnya hampir sebagian besar tokoh-tokoh penemu
bersejarah, termasuk masa di mana Johan Gutenberg lahir dan mematenkan
hasil karyanya, akhirnya berakhir. Kehidupan terus berjalan dan
penciptaan-penciptaan tidak berhenti bermunculan.
Dari
keempat jenis media massa maka pers dalam artian surat kabar dan
majalah merupakan media tertua. Film, radio, televisi adalah media yang
lahir setelah surat kabar dan majalah. Menurut sejarah pers, surat kabar
yang tertua adalah Notizie Scritte di Vinesia yang terbit pada tahun 1566. Sedangkan majalah yang pertama diterbitkan adalah Gentelman’s Megazine pada tahun 1731 di London.
Sampai
akhir abad 19, kegiatan komunikasi massa hanya dilakukan oleh
suratkabar dan majalah. Media Massa lainnya belum lahir.sekarang
suratkabar dan majalah sudah mengalami kemajuan sangat pesat sesuai
dengan perkembangan tekhnologi yang semakin canggih. Kalau pada mulanya
suratkabar dan majalah hanya dicetak dengan tinta hitam saja, sekarang
dicetak dengan banyak warna atau disebut full-colour.
Teknik
percetakan yang sudah semakin maju telah mngantarkan bentuk suratkabar
dan majalah semakin baik dan indah. Selain dari itu, tekhnik penulisan
isi redaksionalnya sudah semakin baik pula.
Perkembangan
terakhir adalah diperlukannya teknik percetakan jarak jauh. Cetak jarak
jauh ini telah diterapkan oleh beberapa suratkabar besar di dunia.
Suratkabar yang dulunya hanya dicetak di London, sekarang dalam waktu
bersamaan juga dicetak di Hongkong. Teknik ini juga akan berlaku di
Indonesia. Tekhnik cetak jarak jauh tentu akan memudahkan
pendistribusian media cetak ke daerah, sehingga waktu pengiriman bisa
dipangkas.[3]
Sementara
itu, juga di abad ke-19, saat mesin uap mampu menaikkan kecepatan yang
ditempuh kendaraan baik di darat ataupun di laut, dengan jelas muncul
kebutuhan sebuah sarana komunikasi langsung jarak jauh. Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk menunjang terciptanya
komunikasi secara jelas meski berada pada tempat-tempat yang begitu jauh
dari pandangan mata. Dalam pengertian bahwa komunikasi itu harus lebih
cepat dari kecepatan kapal maupun kilat.
Tahun 1791, Abbe Claude Chappe (1763-1805) menyatukan dua kata menjadi sebuah istilah, telegram optik,
untuk menggambarkan digunakannya sederet menara untuk mengirimkan
sebuah pesan yang kasat mata oleh satu menara dari satu menara
sebelumnya. Sistem Chappe ini membutuhkan 120 menara berjajar yang mampu
mengirimkan sebuah pesan antara Paris dan Laut Tengah dalam waktu
kurang dari satu jam, yang berarti lebih cepat dari kuda tunggang yang
tercepat.
Semua sistem ini bergantung pada sinyal-sinyal yang kasat mata. Telegram merupakan
sebuah terobosan dalam komunikasi karena ini memungkinkan terjadinya
komunikasi instan antara dua orang yang tidak berhadapan muka. Gagasan
untuk mengirimkan pesan-pesan sandi dengan sarana kabel yang
masing-masing mewakili setiap huruf dalam abjad.[4]
Selanjutnya perkembangan dari telegram ini adalah penemuan yang
dilakukan oleh Michael Faraday (1791-1867) yang mampu membuktikan bahwa
getaran-getaran logam dapat diubah menjadi impuls-impuls listrik. Inilah
yang menjadi cikal-bakal diciptakannya telepon oleh dua orang yang
bekerja secara terpisah di Amerika Serikat. Mereka adalah Alexander
Graham Bell (1847-1922) kelahiran Skotlandia dan Elisha Gray
(1835-1901).
Keduanya mematenkan karyanya di New York pada tanggal 14 Februari 1876.
Namun, karaya Bell mampu mengalahkan karya Gray . Meskipun Gray yang
pertama kali membuat diafragma/alat penerima elektromagnit baja pada
tahun 1874, tapi ia tidak menguasai desain pemancar yang mudah digunakan
sebelum Bell berhasil membuatnya.[5]
Sebelum berkembangnya televisi sebagai media massa, dunia telah lebih dulu dipikat oleh kemunculan film.
Film
dimasukkan ke dalam kelompok Komunikasi Massa. Selain mengandung aspek
hiburan, juga memuat pesan edukatif. Namun aspek sosial kontrolnya tidak
sekuat pada suratkabar atau mserta televisi yang memang menyiarkan
berita berdasarkan fakta terjadi. Fakta dalam film ditampilkan secara
abstrak, di mana tema cerita bertitik tolak dari fenomena yang terjadi
di tengah masyarakat. Bahkan dalam film, cerita dibuat secara
imajinatif. Film sebagai alat komunikasi massa baru dimulai pada tahun
1901, ketika Ferdinand Zecca membuat film “The Story of Crime” di Perancis dan Edwar S. Porter membuat film “The Life of an American Fireman” tahun 1992.
Film yang mempunyai suara baru ditemukan pada tahun 1927. Dari masa ke
masa, film mengalami perkembangan, termasuk soal warna yang semula hitam
putih sekarang sudah berwarna. Namun sekarang ini, film tidak populer
disebut sebagai komunikasi atau media massa, karena media massa lebih
berkonotasi kepada media yang memuat berita yang digarap oleh para
reporter atau wartawan. Film lebih banyak difahami sebagai media hiburan
semata yang diputar di bioskop dan televisi. [6]
Baru
setelah tahun 1946, kegiatan dalam bidang televisi tersebut tampak
dimulai lagi. Pada waktu itu, di seluruh Amerika Serikat hanya terdapat
beberapa buah pemancar. Tetapi kemudian, karena situasi dan kondisi yang
mengizinkan serta perkembangan tekhnologi, maka jumlah studio/pemancar
televisi pun meninglat dengan hebatnya.
Pekembangan ini dimulai dari ditemukannya electrische teleskop sebagai
perwujudan gagasan seseorang mahasiswa dari Berlin (Jerman Timur) yang
bernama Paul Nikov, untuk mengirim gambar melalui udara dari satu tempat
ke tempat yang lain. Hal ini terjadi antara tahun 1883-1884. Akhirnya
Nikov diakui sebagai “Bapak Televisi”.
Televisi mulai dapat dinikmati oleh publik Amerika Serikat (AS) pada tahun 1939, yaitu ketika berlangsungnya “World’s Fair” di New York, namun sempat terhenti ketika terjadi Perang Dunia II.
Sekarang
, sudah sekitar 750 stasiun televisi terdapat di negara Paman Sam itu.
Tak heran, bila televisi akhirnya menjadi kebutuhan hidup sehari-hari di
seluruh penjuru AS dan merupakan kekuatan yang luar biasa dalam
komunikasi massa. Lebih dari 75 juta pesawat televisi digunakan secara
tetap.[7]
Pada
tahun 1946, televisi dinikmati sebagai media massa ketika khalayak
dapat menonton siaran Rapat Dewan Keamanan PBB di New York. Dewasa ini,
setiap negara telah mempunyai pemancar televisi. Bahkan melalui parabola
sebagai sambungan satelit, pemirsa dapat menikmati siaran dari luar
negaranya seperti yang terjadi di Indonesia. Dengan demikian arus berita
dan informasi lewat televisi semakin beragam.
Namun demikian, penyiaran televisi ke rumah pertama dilakukan pada tahun 1928 secara terbatas ke rumah tiga orang eksekutif General Electric, menggunakan alat yang sederhana. Sedangkan penyiaran televise secara elektrik pertama kali dilakukan pada tahun 1936 oleh British Broadcasting Coorporation.
Semenata di Jerman penyiaran TV pertama kali terjadi pada tanggal 11
Mei 1939. Stasiun televisi itu kemudian diberi nama Nipko, sebagai
pengahargaan terhadap Paul Nikov.[8]
Televisi selain menyajikan aspek hiburan, juga menyiarkan berita, yang
ada antaranya bersifat sosial kontrol. Karena itu, televisi sebagai
media massa telah menjadi salah satu kebutuhan masyarakat di rumah
tangga masing-masing.
Sebagai
media massa yang muncul belakangan dibandingkan media cetak, televisi
baru berperan selama tiga puluh tahun. ‘Kotak ajaib’ ini sendiri lahir
setelah adanya beberapa penemuan tekhnologi, seperti telepon, telegraf,
fotografi (yang bergerak dan tidak bergerak) serta rekaman suara.
Terlepas dari semua itu, pada kenyataannya media televisi kini dapat
dibahas secara mendalam, baik dari segi isi pesan maupun penggunaannya.
Selang
seabad kemudian, pada malam tanggal 30 oktober 1938, ribuan masyarakat
Amerika panik karena siaran radio yang menggambarkan serangan makhluk
mars yang mengancam peradaban manusia. Karena belum pernah terjadi maka
serentak seluruh masyarakat Amerika tegang dan kalang kabut.
Akibat
peristiwa tersebut para pakar peneliti sosial tertarik untuk meneliti
masalah tersebut. Karena hal tersebut menggambarkan keperkasaan media
dalam hal mempengaruhi khalayaknya. Karena dengan media orang bisa
berebut kekuasaan dengan mudah seperti yang dilakukan oleh Hitler,
Musolini, dan Lenin.[9]
Guglielmo
Marconi (Griffone, dekat Bologna, 25 Aprl 1874-Roma, 20 Juli 1937).
Insinyur lektro Italia; adalah orang pertama yang pada tahun 1895
berhasil melakukan pengiriman sinyal tanpa kawat melewati jarak +
2 km, dengan suatu pesawat pemancar dan pengirim buatannya
sendiri,kedua-duanya dilengkapi dengan antena penemuannya sendiri pula.
Pada tahun 1898 berhasil dijalin hubungan telegraf tanpa kawat antara
Inggeris dan Perancis; tahun 1909 dia menerima hadiah Nobel untuk ilmu
alam bersama K. F. Braun, penemu tabung sinar elektron dan penerap
lingkaran getaran pada radio telegrafi penemuan Marconi.[10]
Penyiar
informasi dalam bentuk berita dan penyiaran musik oleh radio dimulai
hampir bersamaan. Tetapi yang terkenal ialah penyiaran kegiatan
pemilihan umum presidan Amerika Serikat pada tanggal 2 November 1920
yang dianggap sebagai penyiaran berita pertama secara luas dan teratur
kepada masyarakat.
Sementara
di Amerika Serikat orang yang dinilai berjasa dalam penemuan radio
adalah Dr. Lee De Forest dan Dr. Frank Conrad, yang berperan dalam
penemuan radio di tahun 1920.
Usaha Marconi ketika itu baru berhasil pada tahap mengirimkan gelombang radio secara on dan off (nyala dan mati), sehingga baru bisa menyiarkan kode telegraf. Lee De Frost lalu menemukan vacumm tube yang berfungsi menangkap sinyal radio walaupun lemah. Sementara Frank Conrad secara regular menyiarkan produk-produk sebuah department store
di AS. Akibat siaran ini, angka penjualan pesawat radio meningkat tajam
hingga 500 ribu buah pada tahu 1923, atau meningkat 5 kali lipat
dibangingkan tahun berikutnya.[11]
Radio
sebagai media elektronik, dimasukkan kepada komunikasi massa, karena
ada berita yang disiarkan secara luas dan dapat di dengar oleh orang
banyak. Untuk berita, radio mempunyai reporter khusus yang mencari dan
mengolah berita.
Sekarang radio masih tetap memainkan perannya sebagai media massa,
meskipun televisi dan surat kabar atau majalah mengalami kemajuan pesat,
baik kualitas maupun kuantitasnya. Tapi radio mempunyai kelebihan
tersendiri, sebab seorang dapat mengikuti sambil tetap melakukan
pekerjaannya. Berbeda dengan surat kabar atau televisi yang memerlukan
penglihatan.
Perkembangan
mutakhir dari teknologi komunikasi adalah kemunculan internet yang
merebak dengan cepat. Sebelum membahas tentang internet, terlebih dahulu
kita bahas mengenai penemuan komputer sebagi sarana yang digunakan
untuk emngakses internet.
Komputer
pertama yang bernama Colossus 1, dibuat di Amerika Serikat pada awal
tahun 1941. Perkembangan-perkembangan sebelumnya, yang merintis lahirnya
komputer modern adalah dimulai dari berkembangnya aljabar logik dari
George Boole (Inggris), yang dikembangkan oleh Charles Babbage yang
menghasilkan kalkulator manikal yang dinamakan ‘Differential Engine’.
Dari
perkembangan tersebutlah, lalu pada tahun 1937 seorang insyinyur
Amerika, howard Aiken merancang IBM Mark 7, yang menjadi cikal-bakal
dari komputer besar masa kini, yang mengunakan tabung hampa udara dan
memiliki tombol-tombol elektromagnetik, bukan elektronik.
Komputer
elektronik yang pertama yang telah dituliskan bernama Colossus 1,
akhirnya dibuat oleh Alan Turing dan M.H.A Neuman, untuk pemerintah
Britania di universitas Manchester.[12]
Dari kemunculan komputer inilah yang di kemudian hari terus mengembang
dan akhirnya lahirlar fasilitas internet. Internet adalah sejenis media
massa yang agak baru.
Tahun
1972 merupakan awal kelahiran jaringan internet, yaitu dengan adanya
proyek yang menghubungkan antara jaringan komunikasi pada jaringan
komputer ARPANET. Proyek tersebut telah menetapkan sebuah metoda baru
untuk menghubungkan berbagai macam jaringan yang berbeda yang dikenal
sebagai konsep gateway. Pada tahun 1973-1977, dikembangkan protokol TCP/IP (Transmission Control/Internetworking Protocol). Protokol ini digunakan untuk pengiriman informasi yang dikenal sebagai paket (packet).[13]
Internet
baru dimanfaatkan di Indonesia pada tahun 1996. Seseorang yang
mempunyai pesawat komputer dapat menyambungkannya dengan jaringan
komputer lainnya lewat satelit. Perbedaannnya dengan teknologi
komunikasi lainnya bahwa internet dapat dibuat oleh orang perorang,
bukan hanya oleh satu lembaga yang bergerak dalam penyiaran informasi.
Informasi
yang dibuat seseorang dapat diketahui oleh banyak orang sepanjang orang
lain tersebut mempunyai jaringan. Karena dapat diakses oleh publik
inilah, maka internet dapat dikategorikan sebagai media massa.
Lebih
dari lima orang Amerika dewasa mengggunakan internet di rumah, kantor
atau sekolah, dan di atas 10% menggunakannya setiap hari. Dari
karakteristik jenis kelamin hampir sama banyaknya lelaki dengan
perempuan yang menggunakan web (situs).[14]
Internet
merupakan aktivitas mereka sehari-hari. Situs juga menjadi sumber
informasi untuk hiburan dan informasi untuk perjalanan wisata. Pengguna
internet bergantung pada situs untuk memperoleh berita. Dua sampai tiga
pengguna internet mengakses situs untuk mendapatkan berita terbaru
setiap minggunya.[15]
Namun
demikian kehadiran internet yang mewabah dengan cepat serta mampu
membuat para penggunaya menjadi ketagihan telah memberikan dampak
mengejutkan terutama pada perusahaan-perusahaan penyedia jasa internet.
Seirng berjalannya waktu internet menjadi seperti media komunikasi yang
lazim ditemukan. Siapapun nyaris bisa mengakses layanan internet kapan
dan di manapun. Sehingga tarif internet menjadi murah. Sebagaimana yang
dituliskan Joseph Straubhaar dan Robert LaRose dalam buku “Media Now”:
At
the turn of the century, the Web began to converge with conventional
electronic media as many of the “dot-com” companies that pioneered the
internet ran out of money and died. Consumer interest, in on-line
information, entertainment, and electronic shopping, or e-commerce,
reached levels comparable to the early days of radio or television. Home
computer ownership surpassed 50 percent as personal computer prices
plummeted. Forty percent of all U.S. consumers had acces ti the internet
at home, school or work, although many minority and low-income families
were left behind by the internet craze (NTIA, 2000).
To
reach the millions of eyeballs now glued to the Web,conventional media
rolled out Web versionof their products and ivested in internet
properties, internet active televition and on-line newspaper aimed to
intergrate Web content with the conventional media consumption
experience within the framework of conventional advertising-supported
media. Cable TV systems offered internet service, telephone companies
placed calls over the internet and traditional broadcasters like NBC
AOL’s acquisition of the Time Warner media conglomerate in 2000 marked
the beginning of a new phase of integrating “old media” with the new
internet media to take advantage of the strengths of both.[16]
Pengaruh Perkembangan Teknologi Komunikasi
Saat ini, selain disibukkan oleh upaya penemuan maupun
pengembangan-pengembangan sarana teknologi komunikasi yang lebih baik,
masyarakat juga mulai melakukan penelitian-penelitian mengeai dampak
dari perkembangan teknologi komunikasi tersebut.
Globalisasi media massa berawal pada kemajuan tekhnologi komunikasi dan
informasi semenjak dasawarsa 1970-an. Dalam pengertian itulah kita
bertemu dengan beberapa istilah populer, banjir komunikasi, era
informasi, masyarakat informasi atau era satelit.
Perkembangan
masyarakat yang dipacu oleh kemajuan teknologi komunikasi yang semakin
canggih menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap kemekaran media massa,
tetapi dilain pihak secara timbal-balik ini menimbulkan dampak yang
teramat kuat pula terhadap masyarakat. Para pakar komunikasi
mengkhawatirkan pengaruh media massa ini bukannya menimbulkan dampak
yang positif konstruktif, melainkan yang negatif destruktif. Lalu para
pakar komunikasi mempertanyakan fungsi media massa itu.[17]
Arus informasi meluas keseluruh dunia, globalisasi informasi dan media
massa pun menciptakan keseragaman pemberitaan maupun preferensi acara
liputan. Pada akhirnya, sistem media masing-masing negara cenderung
seragam dalam hal menentukan kejadian yang dipandang penting untuk
diliput.
Peristiwa yang terjadi di suatu negara, akan segera mempengaruhi
perkembangan masyarakat di negara lain. Atau dengan kata lain, menurut
istilah John Naisbitt dan Patricia Aburdence dalam bukunya Megatrend 2000 (1991), dunia kini telah menjadi ‘global village’.
Revolusi
informasi dan komunikasi telah melahirkan peradaban baru, sehingga
mempermudah manusia untuk saling berhubungan serta meningkatkan
mobilitas sosial. Disamping itu, kemajuan tekhnologi informasi dan
komunikasi pun mampu mengatasi jarak ruang dan waktu.
Salah seorang pakar komunikasi Abdul Muis, dalam tulisannya di majalah Analisis CSIS
(1991) menyebutkan, “… kemajuan tekhnologi komunikasi dan informasi
menghadirkan aneka ragam saluran (media) yang kian lama kian canggih dan
memungkinkan segala macam kejadian.”
Akan
tetapi di lain sisi, globalisasi informasi dan komunikasi tidaklah
sepenuhnya membawa kebahagiaan bagi semua orang, masyarakat atau bangsa.
Pengetahuan dan preferensi yang cenderung seragam terhadap informasi di
masing-masing negara justru dapat menumbuhkan perbedaan atau
kesenjangan internasional dalam berbagai bidang. [18]
Terjadinya pemekaran jenis-jenis media sebagai akibat kemajuan
tekhnologi komunikasi dan informasi yang luar biasa, globalisasi media
pun meningkat dalam kualitas jaringan internet global (cybercommunication) telah menciptakan sebuah jalan raya yang syarat informasi yang amat luas dan seakan-akan tidak berujung (information super haigway) komunikasi internet cenderung menjadi sebuah jenis media massa baru, karena penggunaan internet sudah massal.
Internet diibaratkan sebuah “dunia maya’ (dunia mimpi) tatkala TV telah
menjadi begian terpenting dalam budaya komunikasi umat manusia “istilah
kodok dalam tempurung” sudah mulai berubah tempurung kepala mulai
berlubang-lubang kata seorang pengamat komunikasi manca negara. Dan
kodok yang sudah lama tinggal di dalamnya sudah mulai bisa melihat ke
seluruh pelosok dunia (TV disebut jendela dunia).
Sedangkan
ketika kemudian muncul internet yang membentuk jaringan komunikasi dan
informasi sejagat. Tempurung kepala itupun terbalik. Akibatnya sang
kodok memperoleh kekuasaan meloncat-loncat ke seluruh dunia dengan
kendaraan komputer.
Sebagai konsekuensi keberadaan cybercom, agaknya diperlukan undang-undang hukum pidana yang mengatur jaringan internet global ata antar bangsa (international cyberlow) untuk bekerja sama untuk melawan dampak buruk cybercom atau yang merugikan nilai-nilai budaya sutu bangsa.
Dalam
globalisasi media massa (yang di perkuat dengan kemunculan berbagai
saluran komunikasi massa yang kian canggih khususnya internet).
Globalisasi media massa cenderung mendorong perluasan aspirasi kebebasan
menyatakan pendapat atau kebebasan informasi di masing-masing negara.
Di Indonesia aspirasi kebebasan itu ingin mengutamakan pembatasan
yuridis melalui pengadilan. Namun, karena sistem yang berlaku di zaman
orde baru tidak/belum memungkinkan hal itu, maka aspirasi kebebasan itu
lebih pada hiburan yang kurang sehat justru tidak lagi sesuai dengan
tuntutan sistem budaya (norma-norma agama) terjadi secara kontroversi
atau kejanggalan.
Khalayak
media dalam globalisasi informasi berdiri di tengah-tengah polusi
kebudayaantanpa perlindungan karena institusi-institusi tradisional
tidak lagi sanggup berperan sebagaimana mestinya.
Arus
globalisasi informasi (yang membawa nilai-nilai baru bagi Indonesia).
Globalisasi media massa dapat berdampak keresahan dan gejolak sosio
cultural di masing-masing negara. Hal itu disebabkan oleh pengaruh media
global (informasi global).
Meskipun
demikian, bagi bangsa Indonesia agaknya tolak ukur atau acuan dasar
yang masih bisa diandalkan untuk memahami arus globalisasi nilai(yang
dibawa oleh globalisasi media massa dan informasi) ialah nilai-nilai
agama.
Pada dekade 1950-an, pemerintah di negara-negara berkembang
memanfaatkan radio siaran untuk menyebarkanpesan-pesan pembangunan,
terutama bidang pertanian, yang di tujukan kepada masyarakat pedesaan.
Komunikasi pembangunan melalui radio siaran itu oleh para ahli
komunikasi dinilai efektif, terutama setelah dikembangkannya Radio Farm Forum yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai kelompok pendengar.
Berkembangnya Radio Farm Forum ittu adalah berkat kegiatan UNESCO yang pada tahun 1956 menetapkan India untuk benua Asia dan Ghana benua Afrika sebagai pilot project guna menerapkan pola Kanada sebagai negara yang pertama kali melaksanakan gagasan Radio Farm Forum. Indonesia mengembangkan Radio Farm Forum atau kelompok pendengar itu sejak bulan September 1969.
Apabila komunikasi melalui radio tidak menimbulkan dampak negatif pada masyarakat, tudak demikian dengan media televisi.
Negara-negara berkembang mengoperasikan televisi siaran mulai dekade
1905-an. Filipina memulainya pada tahun 1952, Indonesia pada tahun 1962,
Malaysia dan Singapura pada tahun yang sama, yakni tahun 1963.
Daya
tarik media televisi sebagai media elektronik, setelah memasyarakatnya
media radio sifatnya aural (hanya dapat didengarkan), televisi sifatnya
audio-visual (selain dapat didengarkan, juga dapat dilihat) dan segala
sesuatunya berlangsung “hidup”, seolah-olah khalayak berada di tempat
peristiwa yang disiarkan oleh pemancar televisi.[19]
Selain
menayangkan berita-berita musibah, televisi ternyata juga menjadi
slauran produksi dari beberapa karya sinematografi dan sinema
elektronik, baik dalam bentuk film maupun “live music”.
Kebebasan media tv dalam menayangkan film-film yang berbau porno, sadis
atau menyangkut SARA, sering menimbulkan polemic da konflik di antara
pakar-pakar komunikasi massa, para agamawan, bahkam kaum moralis.[20]
Kita
akan melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap khalayak dengan
mengulas secara sepintas penjelasan Melvin Defleur dan Sandra
Ball-Rokeach tentang teori-teori komunikasi dan pendekatan motivasional
dari model uses and gratification (penggunaan dan pemuasan).
Teori Defleur dan Ball-Rokeach tentang pertemuan dengan Media
Pertemuan antara khalayak dan media berdasakan tiga karangka teoritis:
a. Perspektif
perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi
personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih
stimuli dari lingkungan, dan bagaimana dia memberi makna dari stimuli
tersebut.
b. Perspektif kategori sosial
berasumsi bahwa di dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial,
yang reaksinya pada stimuli tertentu cenderung sama.
c. Perspektif hubungan sosial menekankan pentingnya peranan hubungan sosial yang informal dalam mempegaruhi reaksi orang terhadap media massa.[21]
Sesuai dengan tujuannya, komunikasi massa mempunyai fungsi untuk
memberikan kinformasi, menghibur dan mempegaruhi. Sudah dapat
dipastikan, bahwa komunikasi akan memberikan dampak atau pengaruh
terhadap pembaca, pendengar dan penontonnya. Apabila pengaruhnya tidak
ada, maka tujuan komunikasi itu sendiri tidak berjalan.
Dampak komunikasi massa, selain positif juga mempunyai dampak negatif.
Pengelola komunikasi massa dapat dipastikan tidak berniat untuk
menyebarkan dampak negatif kepada khalayaknya. Semua orang menginginkan
pengaruh yang positif. Apabila terdapat dampak negatif, bisa dikatakan
sebagai efek samping. Namun efek samping itu cukup membahayakan
sendi-sendi kehidupan masyarakat banyak.
Komunikasi massa harus mempunyai efek menambah pengetahuan, mengubah
sikap, dan menggerakan perilaku kita. Efek yang terjadi pada komunikasi
tersebut terdapat pada tiga aspek. Ketiganya adalah efek kognitif, afektif, dan behavioral.
1.Efek Kognitif
Pembaca
suratkabar atau majalah, pendengar radio, dan penonton televise merasa
mendapatkan pengetahuan setelah membaca, mendengar, dan menonton. Banyak
ilmu pengetahuan yang diperoleh dari komunikasi tersebut, sehingga
komunikasi atau media massa dijadikan sebagai kebutuhan utama setiap
hari. Apabila media massaaa tersebut telah berhasil menambah wawasan
atau pengetahuan, maka sudah dapat dilihat bahwa komunikasi massa telah
mempunyai pengaruh secara kognitif.
2. Efek Efektif
Komunikasi
massa juga akan memberikan dampak atau efek efektif kepada khalayaknya.
Efek efektif lebih berkonotasi kepada perubahan sikap dan perasaan.
Dalam membaca berita sedih dalam majah atau suratkabar, seseorang juga
terseret perasaan sedih. Demikian juga sebaliknya, orang akan merasa
gembira ketika menonton peristiwa lucu di televise. Tidak ada orang yang
merasa gembira, ketika mendengar dari radio berita jatuhnya pesawat
terbang yang mengakibatkan ratusan penumpang meniggal seketika.
3. Efek Behavioral
Setelah mendapatkan ilmu atau pengetahuan, lalu merasakan sesuatu, maka
efek yang terakhir dari komunikasi adalah berubahnya perilaku dari
pembaca, pendengar, dan penonton. Bila televisi menyebabkan anda lebih
mengerti bahasa Indonesia, maka televisi telah menimbulkan efek
prososial kognitif. Bila anda membaca penderitaan orang miskin, lalu
tergerak untuk membantunya, maka itu dinamakan efek prososial efektif.
Tetapi bila anda telah mengirimkan wesel kepada penderita tersebut, maka
itu disebut efek prososial behavioral.[22]
Lapangan dampak atau efek komunikasi massa beradapada ketiga sector
tersebut, yakni pada pengetahuan (kognitif), perasaan (afektif), dan
sikap perilaku (behavioral).
Selain itu, bila ditinjau dari fungsinya media massa atau media komunikasi memiliki pengaruh persuasif.
Apa persuasif itu? Banyak definisi yang dikemukakan: mengubah sikap dan
perilaku orang dengan menggunakan kata-kata lisan dan tertulis,
menanamkan opini baru, dan usaha yang disadari untuk mengubah sikap,
kepercayaan, atau perilaku orang melalui transmisi pesan.[23]
Maka persuasi adalah suatu proses timbale balik yang di dalamnya
komunikator, dengan sengaja atau tidak, menimbulkan perasaan responsif
pada orang lain.[24]
Dalam
buku Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy. M. A.: pengertian komunikasi
persuasif adalah komunikasi yang dilakukan agar orang lain bersedia
menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau
keyakinan, dan lain-lain.
Di
dalam masyarakat demokrasi, maka persuasif bukan merupakan pembujukan
terhadap seseorang ataupun suatu kelompok untuk menerima pendapat yang
lain. Akan tetapi persuasif merupakan suatu tekhnik mempengaruhi manusia
dengan memanfaatkan atau menggunakan data dan fakta psikologis dan
sosiologis dari komunikasi.
Masing-masing
media massa mempunyai kelebihan dan kelemahan. Namun yang kelihatan
sama adalah ciri-ciri dari komunikasi massa tersebut, sebagai berikut:
1. Komunikasi Satu Arah, di
mana semua media massa tadi dilancarkan oleh sumbernya kepada khalayak
ramai tanpa dapat diresponi pada waktu bersamaan sebagaimana terjadi
pada komunikasi personal. Antara komunikator dan komunikan tidakdapat
merasakan reaksi masing-masing.
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga, yakni
informasi yang disiarkan bersumber dari satu lembaga, kecuali internet
yang dapat disiarkan orang secara pribadi. Sebagai komsekuansi
institusi, seorang yang memiliki informasi barudapat menyiarkan setelah
bekerjasama dengan orang lain dalam lembaga tersebut. Seorang wartawan
yang telah menulis berita belum serta merta dapat menyiarkannya kepada
pembacanya tenpa dibantu oleh pekerja lain di redaksi atau percetakan.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum.
Media massa tidak akan menyiarkan informasi yang bersifat khusus
seperti pesan yang hanya diperlukan seseorang atau kelompok tertentu.
Informasi yang disiarkan adalah informasi yangdiperlukan orang banyak.
4. Media Komunikasi massa menimbulkan keserempakkan. Artinya dalam waktu yang bersamaan, masyarakat banyak dapat mengetahi informasi secara serentak. Misalnya siaran televisi.
5. Komunikan komunikasi massa heterogen. Media
massa tidak dapat menyiarkan informasi hanya untuk jenis orang tertentu
saja. Dengan kata lain pembaca tak dapat dibatasi untuk orang tertentu.
Tetapi ia memberikan porsi untuk semua orang tanpa memandang umur,
jenis kelamin, bangsa dan siapa saja yang dapat membaca, mendengar dan
menontonnya.[25]
Dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa perkembangan teknologi komunikasi yang
diawali oleh penemuan alat pencetak huruf di Cina dulu, telah mendorong
manusia untuk semakin menyempurnakan sarana-sarana komunikasi yang ada.
Hal ini terjadi karena setelah ditemukannya sesuatu, pada umumnya
orang-orang kemudian akan menemukan kekurangan-kekurangan dari sesuatu
itu. Kekurangan-kekurangan inilah yang menjadi landasan pemikiran
keinginan para ilmuwan untuk menemukan teknologi komunikasi yang lebih
efisien.
Kehadiran
beragam sarana teknologi komunikasi memberikan efek yang beragam pula
kepada masyarakat. Adanya pengaruh-pengaruh inilah yang juga kemudian
menarik sejumlah kalangan untuk mengadakan penelitian-penelitian seputar
dampak media komunikasi, agar masyarakat tahu dan memikirkan cara
penanggulangan dampak negatif media massa guna meningkatkan fungsinya
yang positif.
DAFTAR PUSTAKA
Yenne, Bill, Seri Sekilas Mengetahui, 100 Peristiwa yang Berpengaruh Di Dalam Sejarah Dunia, Karisma Publishing Group, Batam: 2002.
Ensiklopedi Indonesia, Jilid 2 & 4, PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta: 1989.
Amir, Mafri, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 1999.
Rahmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung: 2005.
Nimmo, Dian, Komunikasi Politik, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung: 1989.
Kuswandi, Wawan, Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi, PT RinekaCipta, Jakarta: 1996.
Mufid, Muhammad, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, Prenada MediaGroup, Jakarta: 2007.
Effendi, Uchana, Onong, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya, Bandung: 2005.
Sutanta, Edhy, Komunikasi Data & Jaringan Komputer, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta: 2005.
Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, Edisi Revisi, Simbiosa Rekatama Media, Bandung: 2007.
Straubhaar, Joseph, Robert LaRose, Media Now, Communications Media in the Information Age, Wadsworth Group, United States of America: 2002.
[1] Bill, Yenne, Seri Sekilas Mengetahui, 100 Peristiwa yang Berpengaruh Di Dalam Sejarah Dunia, (Batam; Karisma Publishing Group, 2002), h. 70.
[2] Ensiklopedi Indonesia, Jilid 2, (Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1989), h. 649.
[3] Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999) h. 26.
[4]Bill, Yenne, (Seri Sekilas Mengetahui, 100 Peristiwa yang Berpengaruh Di Dalam Sejarah Dunia), op. cit. h. 104.
5 Ibid, h. 124.
[6]Mafri Amir, (Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam), op. cit, h. 27.
[7] Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta, PT RinekaCipta, 1996), h. 6.
[8]Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta: Prenada MediaGroup, 2007), h. 29.
[9] Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2005), h. 195.
[10] Ensiklopedi Indonesia, Jilid 4, (Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1989), h. 2142.
[11]Muhammad Mufid, (Komunikasi dan Regulasi Penyiaran), op.cit, h. 25.
[12]Bill Yenne, (Seri Sekilas Mengetahui, 100 Peristiwa yang Berpengaruh Di Dalam Sejarah Dunia), op.cit, h. 198.
[13]Edhy Sutanta, Komunikasi Data & Jaringan Komputer, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2005), h. 13.
[14] Mafri Amir, (Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam), op. cit, h. 30.
[15] Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Komunikasi Massa, Suatu Pengantar, Edisi Revisi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 149.
[16] Joseph Straubhaar, Robert LaRose, Media Now, Communications Media in the Information Age, (United States of America, Wadsworth Group, 2002), h. 284.
[17] Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),h.26.
[18] Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi, op.cit, h. 1.
[19] Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, op. cit, h. 94.
[20] Wawan Kuswandi, (Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi),op.cit, h. 31.
[21] Mafri Amir, (Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam), op.cit, h. 204.
[22] Jalaluddin Rakhmat, (Psikologi Komunikasi), op. cit., h.230.
[23] Dian Nimmo, Komunikasi Politik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1989), h.131.
[24] Ibid., h. 132.
0 komentar:
Posting Komentar