Minggu, 12 Juni 2011

Media Sosial: Bagai Air dan Api

Jejaring sosial merupakan suatu fenomena baru dalam media yang menarik hingga saat ini. Jika Email, SMS (Short Message Service) dan Messenger (BlackBerry) penggunaannya dapat bersifat pribadi. Artinya, ucapan tertulis kita tujukan kepada orang yang kita tentukan tanpa diketahui orang lain. Dibandingkan dengan media komunikasi tradisional, maka tak jauh berbeda dengan telepon, telegram dan surat. Lain halnya dengan jejaring sosial layaknya Twitter dan Facebook, semua orang dapat dapat bertindak dan menikmati sesuka hati. Ucapan tertulis kita bisa dibaca oleh seluruh orang di dunia. Kalau kembali mengacu pada media tradisional, ini mirip dengan majalah atau televisi, asal kita langganan atau menemukan frekuensinya, maka siaran bisa dinikmati.

Walaupun ada fitur untuk membuat hanya orang tertentu yang bisa membacanya, tapi kebanyakan orang tidak menggunakannya. Alhasil, kalau teman kita rajin menulis, kita dapat mengetahui apa yang dia lakukan, apakah sedang kesal atau bahagia, dan semua hal lain yang ditulisnya. apapun yang dia bagikan (share), kita dapat dengan mudah mengetahuinya.

Komunikasi, selayaknya ada dan digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup sosial kita. Dalam hubungannya dengan jejaring sosial (Twitter, Facebook, dsb.), ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam menjaga tujuan tersebut.

Yang pertama, sadarilah bahwa apa yang kita tulis dapat diakses oleh semua orang, entah itu keluarga anda, teman, rekan kerja, hingga yang mungkin anda tidak tahu tapi penting bagi anda kelak (misalnya, HRD atau Departemen Personalia pada perusahaan yang tengah menganalisa profil anda sebelum rekrut).

Jadi, pikirkan apa yang anda tulis/bagikan di media jejaring sosial. Memang, itu adalah hak anda dan tidak ada hukum atau etika tertentu yang mengikat. tapi, sadari satu hal bahwasanya sudah menjadi hukum alam, semakin banyak yang baca (makin selebriti), maka makin harus waspada. Kalau hanya teman dekat anda yang melihat, curhat tidak masalah. Namun, jika anda presiden, menteri atau orang penting lainnya, bukan tidak mungkin akan timbul penilaian subyek yang negatif bila kebanyakan curhat, opini, komplain apalagi maki-maki (ingatlah kasus Luna Maya beberapa waktu silam!).

Yang kedua, selain sebagai yang menyiarkan (menulis), anda juga pemirsa (baca punya orang lain). Perlu dipahami, dunia maya dapat menyembuyikan identitas, untuk mengeluarkan sesuatu yang yang membuat emosi. Jadi, kita harus menggunakan akal sehat dan tidak perlu terpancing pada tindakan provokatif semacam itu. Peter Steiner mengungkapkan analoginya "On the Internet, nobody knows you're a dog". Ya, analogi tersebut mengartikan bahwa dalam dunia maya, apapun bisa menjadi 'mungkin' termasuk menghilangkan identitas.

Dan yang terakhir, perlu diingat bahwa kehidupan ini tidak terbatas pada dunia maya atau dalam jejaring sosial saja. Percuma, bersikap positif dan menyemangati orang lain di dunia maya tapi sesungguhnya apatis dengan realita lingkungan sekitar. Percuma kelihatan hebat di dunia maya, tapi mengabaikan karya kita di dunia nyata. Facebook, Twitter dan media sosial lainnya bukan hal buruk. Kita bisa berbagi, belajar, ataupun memberikan motivasi. Akan tetapi, bagai air dan api, selalu ada resiko jika kita tidak mampu mengendalikan penggunaannya. Gunakan secara bijaksana.

Sumber: Anonymous, Warta Salus No. 218-2011, dengan gubahan oleh Christophorus.

0 komentar:

Posting Komentar

blog-indonesia.com

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More